Anak SD di Padang Rekayasa Isu Penculikan Dirinya, Psikolog Anjurkan Ini Untuk Sang Anak

Anak SD Rekayasa Isu Penculikan Dirinya, Psikolog Anjurkan Ini Untuk Sang Anak. (Ilustrasi Foto Liputan6.com)

Padang, cagak.id – Kota Padang mendadak heboh usai beredarnya informasi penculikan anak Sekolah Dasar (SD) di Kawasan Lubuk Begalung.

Menanggapi hal tersebut, Kapolsek Lubuk Begalung Kompol Harry Mariza Putra mengatakan setelah hasil dari penyelidikan Polsek Lubuk Begalung dan dari hasil pengakuan korban ternyata hanya karangan cerita.

“Berawal dari pengakuan korban dari hasil penyelidikan tadi, ternyata korban hanya membuat karangan cerita diculik karena terlambat sekolah dan takut kena marah guru,” ujar Kompol Harry Mariza.

Menurutnya dari pengakuan sang anak, ia pertama kali turun dari angkot lalu melihat sudah terlambat sekolah hingga membuang tas dan sepatu dan pergi ke rumah neneknya serta membuat cerita penculikan tersebut yang kemudian melaporkan ke pihak sekolah.

Sementara itu, Kasi Humas Polresta Padang Ipda Yanti Delfina menambahkan indikasi kasus penculikan tersebut memang tidak benar karena orang tuanya sudah datang memberikan klarifikasi kejadian sebenarnya ke Polsek Lubeg.

Secara terpisah, Psikolog Fitri Yanti., S.Psi., M.Psi., Psikolog mengatakan penyebab anak berbohong tersebut ada banyak faktor, salah satunya takut dihukum dan dimarahi orang tuanya.

“Akhirnya sang anak memilih untuk berbohong karena takut dihukum atau dimarahi serta tidak ingin mengecewakan orangtuanya,” ujar Alumni Magister Profesi Psikologi Klinis Universitas Mercu Buana Yogayakarta.

Dikatakannya, kondisi ini sering terjadi pada anak yang ditekan oleh orangtuanya untuk berprestasi atau mencapai suatu target dan karena merasa tidak mampu memenuhi tuntutan orangtua maka sang anak bisa saja berbohong.

“Dalam hal ini anak merasa tidak ingin mengecewakan orangtuanya sehingga terpaksa berbohong. Kemudian penyebab berbohong lainnya yaitu ingin menyembunyikan kesalahan agar tidak terkena masalah serta menghindari konsekuensi tertentu seperti merasa takut dimarahi atau dipukul oleh orangtua sehingga memilih berbohong,” kata Fitri Yanti yang juga merupakan lulusan S1 Psikologi UPI YPTK Padang tersebut.

Lebih lanjut, Fitri Yanti menambahkan bahwa akan ada dampak terhadap psikis sang anak seperti rasa cemas dan takut.

“Dalam kasus ZMR, ia membuat cerita mengenai penculikan karena terlambat pergi ke sekolah pada saat upacara bendera dan ZMR takut dimarahi guru sehingga ia pergi ke rumah nenek,” katanya menceritakan informasi yang diberitakan berbagai media.

Kondisi ini dikatakannya merupakan kecemasan pada anak dari berbagai tingkatan usia, dimana anak merasa cemas mengenai berbagai hal dan sebagian besar rasa cemas ini adalah bagian yang alamiah dalam proses tumbuh besar anak.

“Jika anak merasa cemas hal pertama yang dapat dilakukan memberitahu anak bahwa perasaan ini akan berlalu sehingga dengan demikian sang anak akan merasa lebih tenang,” ujarnya.

Melihat kejadian yang dialami ZMR, orang tua harus melakukan pemulihan mental untuk sang anak, salah satunya dengan mendorong anak untuk berperilaku jujur serta memberikan pujian.

“Orang tua bila mencurigai anak berbohong maka jangan langsung memarahi dan menghakimi sang anak, sebaliknya mintalah sang anak untuk mengatakan yang sebenarnya dan beri pujian jika ia jujur karena pujian dapat dilakukan dengan cara mengacungkan jempol, pelukan dan memberikan hadiah pada anak,” kata Psikolog Fitri Yanti.

Kemudian dijelaskannya, orang tua dapat menjadi contoh yang baik untuk sang anak dengan jujur dan mengakui kesalahan pada anak serta mengajarkan adanya konsekuensi jika berbohong.

“Sebaiknya hindari memberikan hukuman fisik dan menghindari sebutan pembohong karena itu akan membuat sang anak akan lebih banyak berbohong atau justru malahan akan mengalami trauma,” ujarnya saat dihubungi cagak.id. (ADE)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top