Butuh Berang-Berang untuk Penyelamatan Sumatera Barat dari Banjir dan Longsor?

Butuh Berang-Berang untuk Penyelamatan Sumatera Barat dari Banjir dan Longsor?

Oleh: Virtuous Setyaka

Bencana Banjir dan Longsor di Sumatera Barat

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat dan melaporkan bahwa banjir dan longsor yang terjadi di wilayah Sumatra Barat pada bulan Maret 2024 telah menelan korban jiwa sebanyak 19 orang meninggal dunia, 2 orang luka-luka dan 7 orang hilang.

Jiwa yang terdampak di Kota Padang sebanyak 10.150 Kepala Keluarga (KK)/35.299; di Kabupaten Pesisir Selatan sebanyak 16 jiwa meninggal, 7 jiwa hilang, dan 25.794 KK; di Kabupaten Padang Pariaman sebanyak 3 orang meninggal dunia, 2 orang luka-luka dan sebanyak 800 KK / 2958; di Kota Solok sebanyak 238 KK / 813; di Kabupaten Limapuluh Kota sebanyak 24 KK /100; di Kabupaten Agam sebanyak 36 KK / 144; di Kabupaten Solok sebanyak 10 KK; di Kabupaten Pasaman Barat sebanyak 31 KK; dan Kabupaten Pasaman sebanyak 191 KK.

Dampak banjir dan longsor memaksa warga untuk mengungsi: di Kota Padang sebanyak 3.734 jiwa, Kabupaten Pesisir Selatan sebanyak 29.483 KK / 76.178 jiwa, dan Kabupaten Agam sebanyak 49 KK / 209 jiwa. Banjir dan longsor menyebabkan kerugian material di Sumatera Barat sebanyak 37.265 unit rumah terdampak, 666 rumah rusak, 3 unit rumah hanyut, 26 unit jembatan rusak, 45 unit ibadah terendam, 25 unit sekolah terendam, 13 titik ruas jalan terdampak, 2 unit irigasi rusak, 113 ha lahan terdampak, 300 m2 lahan pertanian terdampak dan 5 unit fasilitas umum terdampak.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat mencatat dan melaporkan bahwa terdapat 9 kabupaten dan kota di Provinsi Sumatra Barat dilanda bencana banjir dan longsor serta pohon tumbang. Kondisi bencana yang terjadi jelang Ramadan itu merupakan kondisi terparah yang terjadi di tahun 2024. Apakah banjir dan longsor itu terjadi semata-mata hanya karena akibat dari tingginya intensitas hujan yang menyebabkan beberapa kota dan kabupaten di Sumatera Barat mengalami bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, pohon tumbang dan meningkatnya debit air sungai?

Berang-Berang di Amerika Serikat dan “Berang-Berang” di Sumatera Barat

Sementara itu, sebuah akun Instagram @jagasemesta pada awal bulan April 2024 mengunggah sebuah reel tentang Beaver (kerabat jauh keluarga binatang Berang-Berang di Amerika Serikat) yang suka membuat bendungan di sungai dengan memotong dan menyusun dahan dan ranting, ternyata tidak hanya menjaga sungai menjadi lebih sehat tapi juga menyimpan air serta melindungi daerah sekitarnya dari kebakaran hutan agar tidak meluas.

Beaver (dan Berang-Berang) tentu saja tidak melakukan penebangan secara liar pohon-pohon di hutan, tidak mengonversi hutan-hutan untuk menanam kelapa sawit, tidak menambang emas dan/atau pasir secara liar di sungai, apalagi semua kegiatan yang merusak lingkungan itu dengan izin dari pemerintah setempat. Mereka memang diciptakan Tuhan untuk beraktivitas semacam itu dan ditugaskan untuk memberikan pelajaran kepada manusia untuk mengambil hikmah dari alam semesta.

Kemudian, di Sumatera Barat khususnya dalam Bahasa Minang, arti “berang-berang” adalah marah-marah. Sebuah kebetulan yang unik dan menarik untuk mau dan mampu belajar dan bekerja dengan mengambil hikmahnya. Apakah kita harus marah-marah atau cukup belajar dari Berang-Berang untuk memimpin penyelamatan Sumatera Barat dari banjir dan longsor berikutnya?

Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Situasi dan Kondisi Lingkungan di Sumatera Barat

Di Sumatera Barat, potensi bencana yang mengancam keselamatan jiwa manusia tidak hanya banjir dan longsor; masih ada gempa bumi dan tsunami, erupsi Marapi, kekeringan ketika kemarau panjang, dan lain sebagainya. Sehingga seperti digambarkan oleh sebuah grup musik atau band dari Bali bernama Navicula, Indonesia secara umum dan khususnya Sumatera Barat adalah “supermarket bencana”.

Hal itu juga diakui oleh  BNPB yang menilai Indonesia memiliki resiko bencana yang sangat besar sehingga menjadi salah satu negara dengan resiko bencana tertinggi di dunia. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi bencana alam yang cukup besar. Hampir seluruh bencana alam yang ada di seluruh wilayah Indonesia, seperti banjir bandang, longsor, tsunami, angin puting beliung, cuaca ekstrem dan lainnya juga terjadi dan diakui oleh  Pemerintah Provinsi di Sumatera Barat.

Sehingga, di Sumatera Barat membutuhkan upaya-upaya untuk adaptasi dan mitigasi secara komperehensif atas perubahan situasi dan kondisi lingkungan; baik karena ciptaan Tuhan dan akibat dari tangan-tangan manusia. Kita semua bisa belajar dari Berang-Berang atau Beaver, tanpa harus “berang-berang” berkepanjangan. Pemerintah, masyarakat yang berusaha dalam konteks ekonomi, organisasi masyarakat sipil, para akademisi dan mahasiswa, para jurnalis lingkungan, dan siapapun yang hidup dan tinggal di Sumatera Barat harus mau dan mampu bersama-sama belajar dan bekerja. Melanjutkan penghidupan secara ekonomi tidak harus merusak lingkungan dan mengorbankan lebih banyak jiwa manusia lagi, serta tentu saja tanpa harus menimbulkan konflik sosial dan politik berkepanjangan.

Mungkin penghidupan yang sedemikian perlu dicoba dengan berkoperasi, karena koperasi adalah wahana kehidupan sebagai entitas sosial, ekonomi, budaya yang dikeloa secara demokratis partisipatif dan emansipatoris! (*)

Duri, 7 April 2024.

*Virtuous Setyaka, (Dosen HI FISIP Universitas Andalas dan Aktivis di Padang Ecological Society)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top