LINGAU

LINGAU

LINGAULingau ibarat sebuah tempat, di sana kita pernah datang dan pergi

Orang Minang tempo doeloe, mungkin kini masih ada, barangkali banyak yang mengenal kata “lingau”. Tetapi, saat kini sedikit sekali, mungkin hampir tak ada yang tahu arti kata  tersebut.

Lingau dalam Kamus Umum Bahasa Minangkabau-Indonesia yang disusun oleh H. Abdul Kadir Usman Dt. Yang Dipatuan, terbitan Anggrek Media, berarti sunyi; sepi (dari keramaian). Kata “lingau”, ternyata setelah melihat artinya, nasib kata itu saat ini seperti artinya: sepi, sunyi dari keramaian. Ketika orang merasa sunyi atau sepi, paling tidak ia akan memilih kata “langang” atau “senyap”, “sunyi” maupun “sepi” untuk dituturkannya.

Kita tentu pernah mengalami rasa lingau. Suatu perasaan dengan suasana lengang, riak-riak hati yang kadang sentimental, kadang risau tak berketentuan. Ia bisa berupa perasaan ditinggal, diasingkan, merasa tertegun oleh sesuatu yang tiba-tiba rasanya ada yang merenggut dari tangan kita.

Ketika berjaya, punya uang, jabatan oke, teman banyak yang sayang dan bahkan seperti rela berkorban untuk kita. Ketika jabatan penting tak ada lagi, uang pun tak banyak, masa kejayaan telah pudar, teman-teman yang dulu sayang dan seakan rela berkorban untuk kita dalam keadaan apa pun, ternyata tak pernah ada mendekat. Perasaan yang kita rasakan dari kenyataan demikianlah, antara lain, kurang lebih bisa juga disimpulkan dengan desahan “lingau”. Lingau yang demikian, menyimpan kepedihan, kelengangan yang meremas hati. Tentu dibutuhkan, kesabaran dan tempat yang lingau dalam artian tenang, untuk menyamankan pikiran yang harapannya, tak sepi dari makna kearifan.

Lingau, kadang menawarkan suasana yang berombak-ombak dalam persaan hati kita. Ia bisa menawarkan puisi bagi seorang penyair. Bisa memberi gagasan atau ruang imajiner untuk siapa saja, berkhayal atau berpikir tentang sesuatu yang baik, indah bahkan hal terburuk sekalipun. Dalam lingau, kadang orang bagai berjalan merambat untuk lepas dari igau-igaunya, ketertekanannya atau ia akan memperdalam luka hati yang kesepian oleh sesuatu yang layu oleh cinta. Karena dalam lingau, imajinasi pun bisa liar, romantik, melempem sesuai dorongan suasana hati yang perilakuknya kadang memang bagaikan cuaca.

Lingau merupakan sesuatu, katakanlah suasana hati, tempat atau daerah yang perlu ada bagi yang membutuhkan kehidupan. Sebelum jalan ramai terbentang, ada lingau dalam sejarah masa lalu. Sejarah kadang dicatat di ruang sepi, di lingau-lingau detak jantung manusia dan peradabannya. Dalam sebuah kesadaran, kita kadang mendapatkan makna yang bisa melebar dan meluas tak terbatas untuk sebuah kata “lingau”. Bisa saja, kita merasa terseret ke “lubuk lingau”, suatu tempat terdalam, lubuk kesenyapan yang terukur. Hanya hati yang bersangkutan bisa merasakan, yang melihat menduga dalam “lingau” yang lain.

“Lingau” yah, ia bisa menggambarkan tempat, suasana tiba-tiba, perasaan hati, pendengaran, hal-hal yang terlihat bahkan segala yang bisa ditangkap panca indera kita untuk pemaknaan yang boleh jadi kasat mata, kosong makna sampai ke hal substansi kebermaknaan dan keberartian dalam kehidupan.

Lingau, sebuah ruang, di mana kita pernah datang dan pergi meninggalkannya. Mungkin dengan sorai, mungkin dengan derai air mata. Dalam lingau, disadari atau tidak, percaya atau tidak, ada jiwa-jiwa hidup di dalamnya, sebagaimana juga ada jiwa-jiwa terpasung atau mati padanya!(*)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top