Sampah adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Ketika jumlahnya terus meningkat hingga mencapai miliaran ton per tahun, sampah bukan lagi sekadar masalah lingkungan, tetapi juga masalah sosial, ekonomi, dan politik. Dunia menghadapi krisis pengelolaan sampah, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Industrialisasi sampah muncul sebagai solusi, mengubah sampah sebagai beban, menjadi sumber daya bernilai tinggi.
Sampah, Industrialisasi, dan Dinamika Ekonomi Politik Global
Sampah telah menjadi bagian dari perdagangan internasional. Sampah elektronik (e-waste) dan plastik, misalnya, sering diekspor dari negara maju ke negara berkembang. Praktik ini disebut “kolonialisme sampah”, mencerminkan ketimpangan kekuasaan global. Negara-negara maju ingin membebaskan diri dari masalah sampah, tetapi mengorbankan negara berkembang yang tidak memiliki infrastruktur memadai untuk mengelolanya. Negara-negara berkembang sering kali menerima sampah ini sebagai bagian dari “bantuan ekonomi”. Realitas ini memperparah ketimpangan global.
Industrialisasi sampah adalah solusi yang menawarkan pendekatan multidimensi. Pemanfaatan teknologi canggih dan kebijakan yang tepat, sambah tidak hanya dapat dikelola tetapi juga dimanfaatkan sebagai sumber daya baru. Sampah yang dibiarkan menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA) menghasilkan emisi gas rumah kaca seperti metana, yang berkontribusi pada perubahan iklim. Maka dengan industrialisasi, sampah dapat diolah menjadi energi atau bahan baku baru.
Model ekonomi sirkular memungkinkan material digunakan kembali dalam siklus produksi. Plastik daur ulang, misalnya, dapat diubah menjadi produk baru, mengurangi kebutuhan akan bahan baku asli yang mahal dan merusak lingkungan. Program seperti Bank Sampah di Indonesia menunjukkan bahwa sampah dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat. Sehingga dengan memilah dan mengelola sampah, warga tidak hanya membantu lingkungan tetapi juga meningkatkan pendapatan keluarga.
Beberapa negara telah membuktikan bahwa pengelolaan sampah berbasis teknologi dapat membawa dampak signifikan. Swedia, misalnya, telah menjadi pelopor dalam teknologi waste-to-energy. Hampir 99% sampah di negara ini didaur ulang atau diubah menjadi energi. Bahkan, Swedia kekurangan sampah sehingga mereka mengimpor sampah dari negara lain untuk bahan bakar pembangkit listrik mereka.
Contoh lain adalah Jerman yang memiliki sistem pemilahan sampah yang sangat disiplin. Pendekatan ini didukung oleh teknologi canggih yang memastikan hanya sedikit sampah yang berakhir di TPA. Keberhasilan ini tidak datang dengan sendirinya. Dibutuhkan regulasi yang kuat, kesadaran masyarakat, dan investasi besar dalam infrastruktur. Tantangan ini yang masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi negara-negara berkembang.
Industrialisasi Sampah di Indonesia?
Meskipun konsep industrialisasi sampah menarik, implementasinya di Indonesia masih menemui banyak hambatan. Sebagian besar daerah di Indonesia belum memiliki fasilitas pengolahan sampah yang memadai. TPA sering kali hanya menjadi tempat penumpukan, tanpa proses pengolahan yang memadai. Pemilahan sampah dari rumah tangga masih menjadi tantangan besar. Banyak orang yang belum memahami pentingnya memilah sampah untuk mendukung daur ulang.
Investasi untuk membangun fasilitas modern seperti waste-to-energy memerlukan biaya besar. Dengan keterbatasan anggaran, pemerintah sulit untuk merealisasikan proyek-proyek besar ini. Meski Indonesia telah memiliki Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah, implementasinya masih jauh dari harapan. Pelanggaran terhadap aturan sering terjadi, dan penegakan hukumnya masih lemah.
Jika Indonesia ingin sukses dalam industrialisasi sampah, ada beberapa langkah yang harus dilakukan. Pemerintah perlu bekerja sama dengan sektor swasta dan lembaga internasional untuk mendanai pembangunan fasilitas pengolahan sampah modern. Transfer teknologi dari negara maju juga perlu diperluas. Edukasi publik sangat penting. Kampanye masif tentang pemilahan sampah dan pentingnya daur ulang harus menjadi prioritas. Program seperti Bank Sampah bisa menjadi model untuk diterapkan di lebih banyak wilayah.
Penegakan hukum terhadap pelanggaran regulasi pengelolaan sampah harus diperketat. Pemerintah juga perlu memperluas cakupan regulasi untuk mencakup jenis sampah lainnya, seperti sampah plastik dan elektronik. Insentif bagi perusahaan yang mengadopsi ekonomi sirkular harus diberikan. Pemerintah juga perlu menciptakan pasar yang mendukung produk daur ulang agar lebih kompetitif. Indonesia harus berperan aktif dalam kerja sama multilateral seperti Global Plastic Action Partnership untuk mengatasi sampah plastik secara global. Dengan dukungan internasional, Indonesia dapat mempercepat implementasi industrialisasi sampah.
Mengubah Sampah Menjadi Berkah: Koperasi Industri Sampah Indonesia
Industrialisasi sampah bukan sekadar pengelolaan sampah; ini adalah perubahan paradigma tentang bagaimana kita melihat sampah. Dari sesuatu yang dianggap tidak berguna, sampah kini bisa menjadi sumber daya yang menggerakkan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan melindungi lingkungan. Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pelopor pengelolaan sampah di Asia Tenggara. Dengan populasi yang besar dan volume sampah yang terus meningkat, industrialisasi sampah bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan.
Jika kita tidak segera bertindak, krisis sampah hanya akan memperburuk masalah lingkungan dan sosial yang sudah ada. Langkah-langkah strategis dan dukungan semua pihak—pemerintah, sektor swasta, masyarakat, dan komunitas internasional—kita bisa mengubah sampah menjadi berkah. Ini bukan hanya tentang lingkungan, tetapi tentang masa depan kita bersama. Di tingkat komunitas, industrialisasi sampah bisa dimulai dengan mengembangkan Bank Sampah dan memajukannya menjadi Koperasi Industri Sampah Indonesia.[**]
**Virtuous Setyaka, Tengku Rika Valentina, Muhammad Abdul Afwan, Irfan Fadhila, Dwi Hidayatul Rahma Mardinus, Raisya Maharani Myadotra, Salsabila Afifah Umar [Tim Penulis adalah Dosen dan Mahasiswa Tim Pengabdian kepada Masyarakat FISIP Universitas Andalas dalam CFD di Kota Padang].
Bagikan:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru)