Hilangnya Penegakan Sila Kelima: Hukum yang Tajam ke bawah, Tumpul ke Atas

Oleh: Wahyuni Afitri

Indonesia merupakan Negara hukum. Hukum yang diresmikan di Indonesia secara umum tercantum dalam UUD 1945 pasal 28D, ayat 1: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Selain itu, juga terrcantum dalam Alquran, Surat Al-Maidah ayat 8: Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri dan ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau miskin, Maka Allah segala Apa yang kamu kerjakan.

Namun, Penegakan Hukum di Indonesia sering digambarkan dengan istilah “Tajam ke bawah Tumpul ke Atas”. Pernyataan ini diungkapkan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada hari ulang tahun ke-77 Polri.

“Saya perlu tekankan, kewenangan Polri itu besar, kekuatan Polri itu juga besar. Ini harus digunakan secara benar, jangan ada yang disalahgunakan,” kata Jokowi.

“Jangan ada lagi persepsi tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” ujarnya saat memberikan amanat dalam upacara HUT Bhayangkara ke-77 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Sabtu (1/7/2023) yang berarti hukum di Indonesia cenderung keras terhadap masyarakat kecil tetapi lemah terhadap para penguasa. Istilah ini kerap mencuat dalam berbagai kasus di Indonesia.

Contoh nyatanya adalah kasus seorang nenek berusia 55 tahun bernama Minah yang kedapatan mencuri singkong, ada juga kasus Nenek Sumiati (72 tahun) yang mencuri pepaya. Mereka hanya mencuri barang yang harganya mungkin tidak seberapa, tetapi mendapatkan tuntutan 2 tahun penjara. Sementara itu bandingkan dengan kasus korupsi mantan Gubernur Banten yang dijatuhi hukuman  4 tahun penjara dan denda sebesar 200 juta rupiah. Sang gubernur kedapatan melakukan tindak pidana suap terhadap mantan ketua MK, Akil Mukhtar, sebesar 1 miliar rupiah yang bermaksud untuk memenangkan gugatan yang diajukan.

Selain itu, kasus Samirin, seorang kakek di Sumatera Utara yang dipenjara hanya karena mengambil sisa getah karet seharga Rp17.000. Di sisi lain, Firli Bahuri, Mantan ketua KPK yang sudah berstatus sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi, suap dan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SLY). Meskipun ditetapkan sebagai tersangka, ia belum ditahan bahkan masih berkeliaran.

Yudi Purnomo Harahap sebagai Mantan KPK mendesak agar Polda Metro Jaya segera melakukan penahanan terhadap mantan Ketua KPK Firli Bahuri. Pasalnya, ia mengatakan Firli Bahuri sudah satu tahun berstatus sebagai terrsangka tetapitidak juga dilakukan upaya penahanan.

“Lamanya penanganan kasus Firli dengan alasan melengkapi berkas perkara tentu menjadi banyak pertanyaan. Akan menjadi pertanyaan dan Persepsi di Masyarakat jangan-jangan Firli Sakti sehingga belum ditahan,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (7/10/2024).

Situasi ini tentu menimbulkan kekecewaan di masyarakat dan menggerus kepercayaan terhadap sistem peradilan di Indonesia. Perlunya keadilan yang objektif, menjadi harapan besar dari masyarakat untuk Indonesia sekarang dan masa yang akan datang.

Hukum runcing ke bawah tidaklah salah, sudah seharusnya hukum tajam terhadap siapapun tanpa memandang kasta sosial dalam masyarakat. Apabila seseorang melakukan kejahatan, sudah seharusnya orang tersebut dihukum sesuai dengan aturan yang  berlaku. Namun, hendaknya aturan tersebut dapat diterapkan dengan sebaik-baiknya tanpa membedakan kalangan atas dan kalangan bawah.

Berdasarkan beberapa kasus itu, penegakan kasus Indonesia masih perlu banyak perbaikan dan pembenahan. Terutama persoalan diskriminasi penegakan hukum. Indonesia sebagai negara hukum seharusnya menegakkan hukum dengan seadil-adilnya sesuai yang tercantum di sila kelima Pancasila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Untuk itu upaya transformasi sistem dan kebijakan diperlukan untuk mengatasi permasalahan penegakan hukum kita ke depan dan memastikan keadilan bagi semua lapisan masyarakat sesuai dengan sila kelima Pancasila. (**)

**Wahyuni Afitri, dkk, merupakan Mahasiswa Universitas Andalas

Ditulis Oleh:
Baca Juga:

Tinggalkan Komentar

Scroll to Top