Sampilik

Sampilik

Sampilik

Oleh Yusrizal KW

Sampilik kering kamu!

Kata yang satu ini, jarang terdengar, di telinga orang Minangkabau. “Sampilik”. Artinya, kikir, pelit, tidak suka berbagi atau enggan saling memberi. Orang Minangkabau punya arti kata setara, yaitu pilik, kata lainnya sampilik.

Berteman dengan orang yang “sampilik” sebenarnya tidak masalah, kalau untuk asyik-asyik saja. Cuma ketika kita mesti berada dalam kondisi harus berbagi, orang sampilik ini cenderung mengelak, pura-pura tidak tahu, atau punya alasan yang intinya, bagaimana dia tidak ikut memberi atau berbagi. Kalau diberi sih dia tidak masalah. Ya suka betul dia itu.

Orang sampilik, biasanya jadi gunjingan secara sosial. Apalagi itu telah melekat ke citra dirinya. Banyak orang bersifat kikir, tidak hanya pada orang lain. Pada dirinya pun dia pelit. Misal, dia tidak akan pernah ngopi, jajan di lapau, kalau bukan orang yang membayarkan atau traktir. Dia suka ditraktir atau tidak masalah dibayarkan kopinya, tapi hal serupa jangan dituntut padanya. Jika terpaksa dia harus membayar, biasanya ada kepentingan maupu pamrih lain di balik itu. Makanya untuk orang kikir, selalu dapat cemooh.

Hemat dan pelit, itu beda. Pelit perangai buruk, yang tidak patut dipelihara, yang dilandasi apa gunanya memberi, apa urusannya berbagi, dia bukan siapa-siapa kita. Hemat, bertujuan baik, menghindari pengeluaran tidak perlu, menghindari membeli barang yang belum dibutuhkan, menyisihkan uang untuk masa depan. Tapi kalau pelit, memang untuk menghindari besarnya pengeluaran, tapi dilandasi takut orang beruntung dengan cara kita berbagi, yang sesungguhnya berketika, tidak setiap saat, cuma lihat saat-saat yang pas saja.

Kata sampilik, sebuah kekuatan untuk kita pahami, bahwa rezeki kita itu tidaklah elok dinikmati sendiri. Karena sifat sampilik, banyak orang, menjadi tidak suka. Apalagi kalau si sampilik ini adalah bos, induk semang kita. Jangankan menaikkan gaji, untuk berbagi goreng sekerat saja sama karyawan berhitung dia. Induk semang sampilik, makan di kedai yang sama pada saat bersamaan dengan salah seorang anak buahnya, dia akan bayar sendiri-sendiri. Tidak perlu berbasa-basi, membayarkan segelas jus anak buahnya, karena bisa saja, dia berpikir  urusan sendiri-sendiri. Tapi, pada realita tertentu, dia mungkin dalam sorotan sosial, sudahlah membayar gaji rendah, mentraktir jus segelas saja masih menjawab, “Dia kan ada gajinya dalam bekerja.” Di negeri awak ini, bukan harga atau kita punya gaji, tapi rasa kebersamaan, nilai kekerabatan, pun bisa diruntuhkan oleh sampilik atau dibangun oleh keberbagian.

Di Ranah Minang ini, ada pula sampilik kariang. Kalau diindonesiakan, kurang pas disebut pelit kering. Tapi, intinya, ungkapan itu, super pelit artinya. Jagung buang air besarnya, dia makan juga. Kalau dia bos, jatah anak buahnya, dia makan juga. Kalau dia bos, makan di restoran, kalau ada anak buahnya, dia berharap dibayarkan.

Sampilik kariang, betul-betul pelit. Orang-orang sampilik kariang ini, memang banyak, tapi dalam pergaulan, ia punya kecenderungan sendiri-sendiri dalam hal bayar membayar. Kalau ada kegiatan asyik-asyik dia ikut. Kalau sudah masuk tahap menyumbang, dia sering pura-pura tidak mendengar. Kalau dia harus member, orang seratus ribu rupiah, dia yang secara kekayaan bayar sejuta rupiah pun aman-aman saja, dia malah cukup lima puluh ribu rupiah saja. Kalau disindir, dia punya jawaban, berilah sejauh mana kamu bisa iklas. Dia betul, tapi tentu ada logika yang perlu juga diberikan padanya, kalau iklasnya Cuma seribu, kapan mampu memperkaya hati dengan sedekah atau nyumbang lebih besar.

Sampilik, itu kalau dipikir, memang hak pribadi. Kita tidak boleh pula marah pada yang kikir, pelit, tak suka menolong orang. Tapi, dia ada di depan mata kita, berteman tiap hari. Tentu tersebut juga sama kita. Akhirnya, kita cukup menasehati.  Tandanya kita berteman, sesekali kita juga jengkel, “Pelit betul kamu ini. Bagai tak perlu orang lain, seakan mau bawa harta ke kuburan….”

Celakanya, si sampilik selalu punya jawaban untuk tudingan yang diarahkan padanya****

 

 

 

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top