Galogok

Galogok

Oleh Yusrizal KW

GalogokSaya pula digalogoknya. Ehei ya!

Sebagai orang Minang, pernahkah dunsanak mendengar kata Galogok, atau pernah dengar tapi kini jarang.

Dalam Kamus Bahasa Minangkabau – Indonesia, Balai Bahasa Padang, yang terbit tahun 2009 lalu, ada kata “galogok”. Pada kamus yang terbit tahun 2009 lalu tersebut, tertulis “galogok” berarti ancaman atau gertak sambal.

Kata “galogok”, di zaman kini, di zaman orang Minang yang banyak suka berbahasa Indonesia, tentulah tidak banyak dipakai, atau nyaris tak terdengar lagi orang menggunakan kata “galogok” untuk menyatakan hal-hal bersifat mengancam atau menggertak.

“Ambo digertaknyo (saya digertaknya),” paling kalimat ini yang kita sering dengar. Hampir, hampir tak ada, terutama kaum muda kini, berkata, “Ambo pulo digalogoknyo (saya pula digertaknya)”.

Memahami kata “gertak”, tentulah memahami “galogok”. Banyak orang, untuk merasa dirinya di atas orang lain, ditakuti, tidak diabaikan, ia manggalogok orang lain. Manggalogok, bentuk lain penindasan, secara psikologis kepada diri seseorang, demi tujuan dan kepentingan tertentu. Bisa pribadi maupun kelompok.

Apa kerja dia itu? Kalau dijawab tukang “galogok”, itu artinya, ia mendapatkan uang dari rasa takut orang lain. Ketika kita tak suka dengan seseorang, kita minta tolong dia mengancam seseorang yang tidak kita sukai, sehingga ketika orang dimaksud merasa tergalogok, terancam kenyamanannya, ia mematuhi apa yang kita inginkan.

Kadang, kita tidak suka pula kena galogok. Ada orang, mengirim WA berbau teror. Ia mengancam kita. Tak jelas siapa yang mengisirim WA. Yang jelas, bunyi ancamannya serius. Ibarat lainnya, ia mengirim surat kaleng, menyuruh kita hati-hati terhadap seseorang atau sesuatu hal. Kita tak tahu pula siapa yang mengirim surat kaleng. Berdengkeng suara kaleng pun tak terdengar. Yang kirim gertak via WA bisalah kita jawab, tapi yang surat tak beralamat? Biasanya, orang itu, bergalogok di nan kalam, menggertak tapi tak berani berterusterang, menampakkan diri. Main sembunyi. Mungkin dia lihat kita jauh-jauh saja, takut tidak dengan galogok yang dikirimnya. Kalau dia melihat rasa cemas kita, dia tentulah senang. Tapi, jika kita biasa-biasa saja, tentulah sakit hatinya.

Kata “galogok” adalah kata yang kehadirannya, bisa untuk kebaikan dan bisa juga untuk hal buruk. Jika ia untuk kebaikan (walau kadang caranya tak elok), sering pula dilakukan orang. Ada orang, yang anak gadisnya merasa terganggu oleh seorang pemuda. Abaknya, yang tak suka anak gadisnya digoda dan dilecehkan kadang-kadang, menemui pemuda tadi. Dengan baik-baik ia katakan, “Jan ang gaduah anak gadiah den yo. Den bunuah waang beko (Jangan kamu ganggu anak gadis saya ya, saya bunuh kamu nanti)”.

Kadang, hidup ini memerlukan galogok. Kata “galogok” ada dalam kehidupan kita, sebenarnya bisa kita pahami juga, ia sewaktu-waktu adalah rem untuk perilaku atau perangai. Kadang, manusialah namanya, kalau tak terancam, ia tak waspada. Kalau tak ada yang manggalogok, ia aman-aman saja. Bahkan, tidak menyadari, perbuatannya itu sudah manggalogok situasi tertentu, yang di sisi lain dianya pun akan digalogok orang, atau hidupnya dalam galogok kesumat benci orang lain.

Galogok, sebuah kata yang menggerahkan kadang. Apalagi, kata itu, ketika disadari sebagai gertakan untuk kita dari seseorang, darah kita menggelegak. Pantang hidup kalau tak kuat menghadapi galogok. Artinya, jika sudah terlecehkan, gertak sambal tentulah hal yang harus dipatahkan. Kadang galogok bertemu galogok. Dia ancam kita, kita ancam dia. Dia gertak kita, kita gertak pula dia. “Jangan macam-macam kau,” katanya, kita jawab, “Kalau macam-macam mau apa kau? Jan aden lo digalogok (Jangan saya pula digertak)”

Bertemu kata “galogok”, intinya bertemu dengan pesan kewaspadaan. Artinya, hidup harus mempertimbangkan, kalau di dunia ini, gertakan itu perlu, tapi patut juga diingat, kalau menggertak, manggalogok asal galogok saja, tentulah berbahaya. Bersua orang yang pantang takut, digertak baliknya kita, atau ditangani langsung. Meraung dibuatnya. Makanya, janganlah suka galogok, jika tak perlu dan bermakna.(*)

 

 

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top