Festival Cap Go Meh di Padang, Simbol Keberagaman Dalam Satu Perayaan

Suasana perayaan puncak Festival Cap Go Meh di Kawasan Pondok, Padang atau sekitar Kawasan Jembatan Siti Nurbaya di Kota Padang

Padang, cagak.id Puncak perayaan tahun baru Imlek (Kongzili 2574) atau Cap Go Meh di Kota Padang tahun ini berlangsung meriah pada Minggu 5 februari 2023 kemarin.

Wali Kota Padang Hendri Septa mengatakan bahwa Festival tahun ini yang mengusung tema Cap Go Meh Kita Bersama mempunyai nilai ekonomi wisata yang dapat mendongkrak kesejahteraan warga kota Padang.

”Saya berharap agar tradisi kebudayaan ini dapat terpelihara dan ini wajib dilakukan untuk menarik wisatawan,” ujar Hendri Septa.

Meskipun sempat diguyur hujan pada sore dan malam hari, tidak menghalangi ribuan warga dari luar dan dalam kota Padang untuk menyaksikan arak-arakan Festival Cap Go Meh sebagai rangkaian terakhir dari perayaan Imlek yang sebelumnya telah diawali dengan kegiatan pasar malam Imlek dan bazar.

Dua tahun terakhir, festival ini tidak dilaksanakan akibat pandemi Covid-19, dimana biasanya digelar setiap tahun terhitung sejak 150 tahun yang lalu ketika komunitas tionghoa mulai bermukim di Padang.

Rangkaian kegiatannya menampilkan ragam budaya nusantara seperti kolaborasi wushu dan silat yang dimainkan oleh anak muda lintas etnis dengan iringan gendang, tambur dan talempong menghibur warga serta pertunjukan marching band IPDN, tarian api, dan Reog Singa dari Dharmasraya.

Wakil Gubernur Sumatera Barat Audy Joinaldi yang turut hadir pada acara pembukaan menyampaikan apresiasi karena Festival Cap Go Meh yang didukung pemerintah provinsi dan kota ini membuktikan bahwa masih banyak masyarakat Sumbar yang memiliki nilai toleransi dalam kesehariannya.

“Kita bisa lihat penontonnya bukan hanya etnis Tionghoa, semua masyarakat berbaur,” kata Audy Joinaldi.

Albert Hendra Lukman, selaku perwakilan DPRD Provinsi Sumatera Barat sekaligus penasehat panitia Festival Cap Go Meh menambahkan bahwa Festival Cap Go Meh ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan omset pariwisata, tapi juga untuk merawat keberagaman yang ada di Sumatera Barat khususnya Kota Padang.

Agenda Cap Go Meh merupakan satu dari 77 even pariwisata Provinsi Sumatera Barat tahun 2023 dan Festival Cap Go Meh merupakan satu-satunya agenda tradisi budaya Tionghoa yang masuk menjadi salah satu even Provinsi Sumbar diantara tiga even lainnya dari kebudayaan Mentawai dan selebihnya terkait budaya Minangkabau.

Pada tahun 2023, Pemprov Sumbar menganggarkan sebesar Rp350 milyar untuk 77 even tersebut dan rangkaian kegiatan Cap Go Meh kali ini dianggarkan perputaran uang sebesar Rp1 milyar.

Selain penampilan multikultural, festival ini juga mempertontonkan tradisi kebudayaan Tionghoa, dimana yang paling menarik adalah pawai Siipasan, salah satu tradisi yang hanya ada dua di dunia yaitu Padang dan Taiwan.

Pawai Sipasan adalah rangkaian tandu yang disusun dari balok kayu menyerupai binatang sipasan (kelabang) dan dipikul bersama-sama orang dewasa.

Tandu ditunggangi oleh anak-anak yang menggunakan pakaian daerah atau kostum dewa-dewi dan pada kepala Sipasan berbentuk kepala naga.

Dalam sejarahnya, pawai Sipasan yang diadakan Himpunan Tjinta Teman di Padang sepuluh tahun lalu (2013) dinobatkan sebagai Karnaval Sipasan terpanjang di dunia yang masuk dalam Guinness World Record yakni 243 meter, jarak tempuh 1,9 kilo meter, ditunggangi oleh 223 anak dan dipikul oleh 1.440 orang secara bergantian.

“Karnaval Cap Go Meh tahun ini, ada 22 papan yang akan dipikul untuk Sipasan. 11 dari Himpunan Tjinta Teman dan 11 dari Himpunan Bersatu Teguh. 1 papan berukuran 4 meter dan dipikul oleh 8 orang setiap sift. Jadi 1 papan untuk rute 3,7 km dipikul oleh 24 orang. Jika ditotalkan, untuk 22 papan sepanjang 88 meter akan dipikul oleh 528 orang secara bergantian,” kata Jonshon Silaen, Humas Panitia Cap Go Meh 2023.

Ketika masuk waktu azan Asar dan Magrib seluruh kontingen pawai hening.

Menurut Jinshon, Kio dari beberapa keluarga marga Tionghoa memeriahkan perarakan. Tahun ini ada 12 kio yang diarak yakni 1 dari keluarga marga Tjoa, 5 dari keluarga Marga Lie-Kwee, 3 dari Himpunan Tjinta Teman (HTT) dan 3 dari keluarga marga Lim.

Tampil pula barongsai dan tarian naga. Uniknya meskipun barongsai dan naga yang turun berasal dari keluarga marga Huang, Lim, dan Himpunan Tjinta Teman, namun pemainnya berasal dari anak muda multietnis, tidak hanya Tionghoa. (ADE/Rel)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top