2023 Masih Suram, Perusahaan Unicorn Harus Berani Tentukan Arah Perjuangan

2023 Masih Suram, Perusahaan Unicorn Harus Berani Tentukan Arah Perjuangan

Jakarta, cagak.id—Tahun 2023, masih dipenuhi ketidakpastian perekonomian global. Bahkan, ekonomi dunia diramalkan bakal menghadapi banyak tantangan seiring kondisi geopolitik yang berimbas pada kenaikan laju inflasi serta risiko staflasi. Hal ini sangat berdampak pada perusahaan rintisan atau perusahaan unicorn berbasis digital, yang tahun 2022 memasuki masa suram.

Analis Kebijakan Kemkominfo, Eko Wahyuanto, mengatakan perusahaan-perusahaan rintisan harus berani menentukan arah perjuangan untuk menemukan takdirnya sendiri, tidak bergantung lagi kepada investor.

“Tahun 2022 boleh jadi merupakan masa suram bagi perusahaan rintisan atau perusahaan unicorn berbasis digital. Padahal, perusahaan itu dahulu dipuji dan dielu-elukan sebagai perusahaan masa depan, sebagai pilar ekonomi digital, dan tools untuk meretas problem kehidupan baru yang muncul sebagai dampak pandemi dan akselerasi transformasi digital,” kata Eko dalam opininya di Kompas, Kamis (29/12/2022).

Dilanjutkan Eko, keputusan mengamankan posisi keuangan, mempertajam lini usaha untuk mencapai profitabilitas, merupakan pilihan awal yang dapat digunakan sebagai jurus antisipasi menghadapi kemungkinan yang lebih buruk pada 2023. Selain itu memperlambat perekrutan bahkan merumahkan sejumlah karyawan untuk fokus pada prioritas mendorong pertumbuhan yang menguntungkan guna menjaga kelangsungan hidup jauh lebih penting.

“Belajar dari GoTo, Ruangguru, atau Sirclo, yang telah melakukan PHK karyawannya, dapat dipetik suatu pelajaran bahwa masa kelam startup belum selesai bahkan diramal lebih parah pada 2023. Maka diperlukan langkah antisipasi agar dapat beradaptasi, untuk memastikan kesiapan perusahaan menghadapi tantangan ke depan,” ungkap Dosen Ekonomi Makro Pancasakti University Bekasi ini.

Menurutnya, diperlukan jurus adaptif dalam melakukan penyesuaian bisnis agar mencapai pertumbuhan, meskipun kecil. Salah satu bentuk adaptasi adalah mengubah orientasi usaha, dan jika mungkin mereinkarnasi perusahaan dalam wujud dan struktur baru.

“Melakukan evaluasi bahwa selama ini perusahaan berbasis digital dituduh telah menginjak-injak perusahaan konvensional bahkan mematikannya, dengan piranti teknologi, dan alasan memenangkan pasar, tanpa memikirkan bagaimana bahaya teknologi itu sendiri. Padahal perusahaan-perusahaan konvensional berbasis UMKM saat ini jumlahnya mencapai 19 juta, seharusnya mereka justru dibantu dalam bentuk kolaborasi usaha bersama, dan diajak masuk dalam platform ekonomi digital. Mereka tentu bukan hanya sebagai mitra, melainkan sekaligus pasar yang potensial untuk mengembangkan moda usaha dengan format unicorn,” paparnya.

Selain itu, pungkas Eko, meskipun perusahaan rintisan lebih mengandalkan teknologi digital, perlu kiranya belajar tentang jiwa kewirausahaan.

“Agar mampu membangun kolaborasi dalam perdagangan global, dan menentukan misi di jalan yang lebih realistis serta menyadari kesalahan di masa lalu,” tukasnya. (CGK/Kompas.id)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top