Oleh Yusrizal KW
“Main serengeh sajo mah da!”
Yang paling tidak enak itu, pagi-pagi sudah kena sarengeh. Apakah itu disarengeh oleh “orang rumah”, bos, tetangga atau kawan sama besar. Karena, ketika kita kena sarengeh, yang tersinggung itu hati; perasaan yang halus. Makanya, tak jarang, kadang sarengeh menyebebkan orang dendam, bisa juga menjadi pangkal bala perkelahian.
Jika diartikan atau dijelaskan, sarengeh itu seringaian dengan perkataan kasar yang lontaran ucapannya seperti membentak. Karenanya, sangat mudah mengetahui apakah seseorang itu sedang dalam sarengeh atau tidak. Lihat nada suaranya, apa yang diucapkannya kemudian bagaimana tatapan miring matanya atau nyala dari bola matanya. Biasanya, didengar dan dilihat, orang yang menyerengeh atau dalam tindakan sarengeh, tidak enak. Kita merasa ada energi negatif yang berpendar.
Banyak penyebab seseorang kena sarengeh atau seseorang menjadi panyerengeh (suka sarengeh). Kalau seorang bos, induk semang marah-marah dengan kata-kata yang kasar, itu pertanda ada kesalahan besar bagi si anak buah. Tapi, bukan berarti sarengeh itu diperbolehkan mentang-mentang dia bos. Karena, tetap menyakitkan, akibatnya, tak jarang pula orang kena sarengeh membalas dengan sarengeh pula. Memang ada orang yang tidak bisa marah dengan kata-kata ketika diserengeh, ia dengar saja makian yang ditujukan pada dirinya. Setelah itu, kalau hatinya merasa Sakit, mulutnya susah memaki, yang kita lihat kemudian biasanya tinjunya melayang. Ia “sarengeh” orang sarengeh dia dengan kata-kata kasar dengan tinju.
Memang tidak enak memaki, marah dengan kata-kata kasar, atau mengumpat dengan omelah kelas tinggi. Omelan kelas tinggi ini, kadang ia memaparkan kekecewaannya, tapi yang terdengar ia memaki dan meremehkan orang. Karena itulah, kata “sarengeh” identik dengan tingkah buruk dalam marah, perilaku tak pantas dalam menyelesaikan masalah atau merespon sesuatu.
Baik yang sedang melontarkan sarengeh atau disarengeh, sesungguhnya sama-sama tidak enak. Satu sama lain sama-sama panas. Yang satu panas dalam sarengeh yang satu lagi kena sarengeh. Tak terbayangkan, ketika keduanya perang sarengeh, lalu bakuhantam, semua akan mengundah sarengeh-sarengeh dari pihak lain, yang paling kurang sarengehnya dalam kontek agak lunak: menyayangkan kok bisa berkelahi. Kok mesti dimulai dengan sarengeh menyelsaikan masalah.
Orang Minang, mengenal kata sarengeh, sekaligus memahami bagaimana rasa kena sarengeh . Kata “sarengeh” adalah kata, yang menyebutnya saja kita tidak enak. Coba baca “sarengeh” berulangkali, lalu bayangkan pikiran atau imaji seperti apa yang ada di kepala atau hati kita ketika kita menyebut “sarengeh”. Artinya, sarengeh itu hindari, dan jangan mudah terpancing. Karena, satu sarengeh bakal melukai hati, dan menimbulkan sarengeh atau dendam.(*)
<>Yusrizal KW, penulis sastra dan budaya
Bagikan:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru)