Padang, Cagak.id—Menjadi orang kaya, bukan tujuan hidup, itu hanya proses kehidupan. Tujuan kita hidup sesungguhnya, hanya satu; menjadi berkah dan berkat bagi orang banyak.
Kalimat inspiratif itu, diungkapkan Dato’ Sri. Prof. Dr. Tahir, dalam percakapan lewat Podcas dengan pengusaha Hermanto Tanoko.
“Hidup ini bisa kacau balau, kalau tak punya visi, tidak jelasnya antara proses dan tujuan hidup. Maka, menjadi orang kaya, atau jadi presiden bukan tujuan hidup. Tapi, kalau saya jadi presiden, saya akan manfaatkan jabatan untuk membawa kesejahteraan bagi bangsa,” ujar Tahir, seorang tokoh filantropi dunia dari Indonesia.
Di sisi lain, Tahir mengajak mensyukuri kehidupan. Mari mencintai sejarah yang telah membentuk kita. Cinta dan lukanya. Dan mari memotivasi diri untuk membuka jalan menuju hari esok yang lebih baik. Sebab, hidup menuntut kita berbuat sesuatu. “Karena hidup adalah perjuangan,” ungkap Tahir.
Dato Sri. Prof. Dr. Tahir pernah dianugerahi gelar Doktor Kehormatan ( Honorus Causa) dalam Bidang Hukum dan Kemanusiaan oleh Universitas Andalas. Sebuah anugerah paling tinggi di lembaga akademik untuk orang-orang terpilih yang dinilai telah melakukan sesuatu yang besar dan bermanfaat untuk umat manusia.
Tahir yang juga salah satu anggota tim dewan pertimbangan Presiden (wantimpres) ini, lebih menekankan kehidupan pada visi. “Dengan visi, kita dapat melihat kehidupan lebih tajam dan konkrit, kita bisa melihat seratus langkah, sementara orang hanya dapat melihat sepuluh langkah,” ungkap Tahir.
Tahir, tercatat sebagai pengusaha nasional pertama yang mendarat di Timur Tengah, dalam kapasitas dipercayai sebagai Dubes UNHCR untuk Timteng. Tahir membantu penanganan sejumlah pengungsi di Palestina dan Syria. Membantu dan berbagi dengan orang muslim, hanya Tahir yang nonmuslim.
Dengan Bill Gates, Tahir joint mengatasi persoalan kesehatan di dunia, untuk empat bidang, seperti TBC, HIV, Malaria serta Family Planning.
Tahir selalu mengingatkan dalam merancang kehidupan menekankan, pentingnya integritas dan reputasi. Tak ada gunung yang tak bisa didaki, kuncinya mau kerja keras. Dan, Tahir juga kagum pada semangat silaturahmi umat Islam, tiap lebaran pulang kampung untuk bersilaturahmi. Silaturahmi, merupakan perekat rasa kekeluargaan.
Tahir dalam bukunya, berjudul Living Sacrifice, menyebutkan kekagumannya terhadap tokoh visioner dunia, pendiri Microsoft dan filantropis dunia, Bill Gates. Bahwa Bill Gates adalah inspirasi besar. Bukan semata lantaran kesederhanaan.
Namun lebih dari itu, lantaran caranya melakukan gerakan kemanusiaan di seluruh penjuru dunia. Bill Gates membangkitkan rasa haru. Mengeluarkan ratusan juta dolar untuk menyudahi ancaman polio. Berkat sumbangannya, kini polio hanya terdeteksi di tiga negara di dunia, yaitu Nigeria, Pakistan, dan Afganistan. Negara-negara lain bersih dari polio, berkat Bill Gates.
Menurut Tahir, banyak keluarga superkaya di dunia yang berantakan karena uang telah mengacaukan pola hidup mereka. Bill Gates adalah manusia istimewa yang diturunkan Tuhan ke dunia.
Bill memandang kekayaannya sebagai murni milik Tuhan. Ia hanya menjadi pengelola. Ia tidak berpikir bahwa kekayaan yang ia miliki adalah untuk anak cucunya. Bill pernah mengatakan pada Tahir, “Jika saya meninggal mendadak, misalnya karena kecelakaan pesawat atau mobil, kekayaan saya tidak untuk anak-anak saya, melainkan untuk amal.”
Semangat berbagi Bill Gates inilah, yang juga menjadi semangat Tahir yang bangga menjadi orang Indonesia yang dilakoni dengan penuh kasih sayang menyantuni dengan dana pribadi berbagai peristiwa bencana dan kemanusiaan di tanah air dan di dunia .
Tahir, di mata Jakob Oetama, menjadi inspirasi. Betapa indah Indonesia ketika mereka yang berkecukupan membantu mereka yang berkekurangan. Jika kemanusiaan seperti itu menghilangkan sekat, menerabas batas dan merekatkan jiwa jiwa sebagai saudara. Itulah kekuatan cinta yang menjadi tindakan nyata.
Pak Tahir, pemilik Bank dan Rumah Sakit Mayapada Group serta pendiri Tahir Fondation ini, sebagai sosok teladan, tokoh yang menumbuh kembangkan, cinta kasih dan mengobarkan demi kuatnya rasa persaudaraan, ungkap pendiri koran Kompas itu dalam testimoninya pada buku Dato’ Sri Prof DR.Tahir, Living Sacrifice.
Pelajaran dari Tahir adalah, puncak kehidupan yang diimpikan siapapun; tahta, harta, wanita, pada dasarnya adalah godaan yang bisa membuat kacau visi hidup seseorang. Itupun kalau ada visi.
Sementara, ketika godaan itu tak lagi diimpikan, kesadaran terdalam akan tumbuh menuju kehidupan yang humanis. Di sinilah, puncak kehidupan akhirnya ditemukan; kebahagiaan pada dasarnya adalah kesederhanaan dan berarti bagi orang lain. Sebaik-baik manusia adalah bermanfaat baik bagi manusia lain (khairunnas anfauhum linnas). Inilah alasan kita tak boleh berhenti belajar dari orang-orang besar yang menoreh sejarah diri mereka penuh arti bagi dunia.
Semoga ibadah puasa kita Ramadhan 1445 H menyadarkan hal-hal demikian. Sebagai bentuk sikap spiritual terbaik hasil dari perang terhadap godaan dalam diri. Selamat menunaikan ibadah puasa. **
*Wiztian Yoetri, Wartawan Senior
Bagikan:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru)