Oleh: Ria Febrina

 

TabikTabik, Tuanmuda!” seru Darsam dari samping andong. (Bumi Manusia)

Kehadiran kata tabik dalam novel Bumi Manusia yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer menunjukkan bahwa kata tabik pernah populer pada masa lampau. Kata tabik dalam percakapan tersebut merupakan salam yang disampaikan Darsam kepada tuannya.

Dalam korpus Kemdikbud (https://korpusindonesia.kemdikbud.go.id/), tercatat bahwa kata tabik juga digunakan oleh sejumlah pengarang Indonesia lainnya, seperti N. St. Iskandar dalam Katak Hendak Menjadi Lembu, Marah Rusli dalam Sitti Nurbaya, Teguh Esha dalam Ali Topan Anak Jalanan, dan Pramudya Ananta Toer dalam Bumi Manusia. Kita bisa melihat penggunaan kata tabik dalam kalimat berikut.

(1) Tabik, selamat pagi, Tuan Jansen. (Katak Hendak Menjadi Lembu)

(2) “Tabik, Sam!” setelah itu bendi yang membawa kedua anak muda ini, masuk ke dalam pekarangan rumah si Sam, yang letaknya di sebelah rumah yang dimasuki anak perempuan tadi. (Sitti Nurbaya)

(3) Ia bahkan memberikan tabik dengan tangannya kepada Ali Topan. (Ali Topan Anak Jalanan)

(4) “Tabik, Sinyo!” tegurnya bebas, lunak dan memikat. (Bumi Manusia)

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa pada masa lampau, sejumlah orang di Indonesia berkata tabik ketika memberi salam kepada orang-orang yang dijumpai di jalan atau di rumah. Mereka menyapa seseorang dengan menggunakan kata tabik, baru kemudian diikuti dengan kata sapaan, seperti tuan, sinyo, atau nama orang. Tabik, Tuan. Tabik, Sinyo. Tabik, Sam.

Barangkali itulah sebabnya di beberapa daerah di Indonesia, kata tabik masih terpakai dengan baik hingga sekarang sebagai sebuah salam. Di Lampung misalnya, ketika seseorang ingin mengucapkan salam, mereka akan berkata tabik pun yang akan langsung dijawab iya pun oleh lawan bicara. Begitu juga dengan masyarakat di Bangka Belitung, mereka menggunakan kata tabik secara lisan dan juga tertulis. Dalam pengumuman “Pemilihan Duta Bahasa Kep. Bangka Belitung 2023”, tercantum kata tabik yang bermakna salam, salam kami, atau hormat kami yang selanjutnya disertai dengan keterangan si pembuat undangan.

Tabik,

Panitia Pemilihan Duta Bahasa Kepulauan Bangka Belitung 2023

Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI daring), kata tabik sebagai sebuah salam sama seperti mengucapkan selamat pagi, selamat siang, atau selamat malam. Sama juga dengan kata assalamualaikum yang diserap dari bahasa Arab atau spada yang merupakan akronim dari “Siapa ada?” (Ajib Rosidi, 2010).

Meskipun masih dipakai sebagai salam di Lampung dan juga Bangka Belitung, kata tabik justru tidak dipakai di daerah asalnya sebagai salam. Dalam KBBI daring, kata tabik diberi label Mk yang menunjukkan kata ini berasal dari bahasa Minangkabau. Tabik didefinisikan sebagai ‘1) (ungkapan untuk memberi) salam; selamat (pagi, siang, malam); assalamualaikum; sepada: 2) perbuatan menghormati: 3) maaf (dikatakan apabila masuk ke tempat yang keramat dan sebagainya)’.

Dalam Kamus Bahasa Minang yang diterbitkan oleh Balai Bahasa Padang, makna kata tabik tidak didefinisikan sebagai ungkapan salam. Tabik bermakna ‘1) timbul; naik; keluar (tt bulan, matahari)’, seperti pada kalimat matoari alah tabik ‘matahari sudah terbit’; ‘2 bangkit (tt perasaan dsb)’, seperti pada kalimat tabik bangihnyo ‘bangkit amarahnya’; ‘3 keluar utk diedarkan (tt surat kabar, buku, dsb)’, seperti pada kalimat koran ari ko indak tabik ‘koran hari ini tidak terbit’; 4) mulai memancar (tt mata air, dsb), seperti pada kalimat aia tabik dr salo-salo batu ‘air memancar dr sela-sela batu’; serta 5) mulai keluar (tt air mata, peluh, dsb), seperti pada kalimat tabik paluah dinginnyo yang bermakna ‘keluar keringat dinginnya’; serta 6) mulai berbunga, seperti pada kalimat padi lah tabik ‘padi mulai berbunga’. Dari keenam makna tersebut, tidak ada definisi tabik sebagai salam.

Meskipun demikian, kehadiran kata tabik sebagai salam sepertinya berasal dari situasi sosial dan budaya pada masa lampau. Orang Minangkabau dituntut berjalan keluar rumah sebelum matahari terbit. Mereka akan pergi mencari nafkah menuju sawah atau ladang untuk bertanam, ke pasar untuk berdagang, atau ke surau untuk belajar. Dahulu jarak tempuh antara rumah ke lokasi tersebut sangat jauh. Ketika mereka menemukan jalan besar dan menjumpai orang-orang, saat itu matahari sudah terbit dan barangkali pada saat itu kemudian mereka menyapa dengan kata tabik yang artinya ‘selamat pagi’. Namun, masuknya agama Islam ke tanah Minangkabau kemudian menyebabkan kata assalamualaikum yang dipakai sebagai pemberi salam kepada orang lain. Oleh karena itulah, dalam KBBI dicantumkan bahwa kata assalamualaikum semakna dengan kata tabik.

Sementara itu, berkaitan dengan makna tabik sebagai maaf, penggunaan kata tabik sama seperti punten ‘maaf’ atau sampurasun ‘maafkan saya’ (bahasa Sunda) atau kulo nuwun ‘saya minta maaf’ (bahasa Jawa). Kata punten atau nuwun memang akrab didengar ketika bersapa dengan orang-orang di Pulau Jawa. Penggunaan makna maaf ini untuk menunjukkan sikap sopan kepada orang-orang yang disapa, baik yang dikenal maupun tidak dikenal.

Kata tabik yang bermakna ‘maaf’ ini dijelaskan oleh Ade Purwaningsih (2021) berasal dari bahasa Sanskerta. Sebagaimana dikutipnya dari buku Sanskrit in Indonesia yang ditulis oleh Jan Gonda (1973: 640), kata tabik disebutkan berasal dari kşantavya atau ksantawya yang artinya ‘maaf’. Karena orang Melayu tidak bisa melafalkan bunyi /v/, kata ini pun berubah menjadi santabe, tabe, atau tabik. Ada perubahan bunyi dari /v/ menjadi /b/.

Sementara itu, dalam kamus-kamus bahasa Indonesia sebelum KBBI, kata tabik juga sudah dicantumkan sebagai sebuah lema. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1952), kata tabik bermakna salam, hormat takzim, dan maaf. Kata tabik berkolokasi dengan kirim tabik yang bermakna ‘sampaikan salam (kpd)’; memberi tabik yang bermakna ‘memberi salam’, serta minta tabik yang bermakna dua, yaitu ‘1) minta maaf (apabila masuk ketempat jg keramat dsb): 2) memberi salam (pd ketika bermohon diri dsb)’.

Dalam kamus ini, kata tabik memiliki kata turunan berupa bersitabik, yaitu ‘menjambut kedatangan tamu dengan memberi salam’. Kata turunan bersitabik ini diberi label M yang menjelaskan berasal dari bahasa Minangkabau. Barangkali inilah sebabnya Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa memasukkan label Mk dalam KBBI Edisi III. Kamus yang disusun oleh Poerwadarminta memang menjadi sumber dalam penyusunan KBBI.

Terkait label asal kata ini, hanya Poerwadarminta yang mencantumkan dalam kamus. Dalam Kamoes Indonesia (E. St. Harahap, 1954), kata tabik didefinisikan tanpa pelabelan apa pun. Kata tabik bermakna ‘salam, salam do’a, izin, minta diri’. Penggunaan kata tabik dapat dilihat dalam kalimat tabik dari pada saudaramoe ‘salam dari pada saudaramoe’ dan ia minta tabik ‘ia minta diri, minta izin akan poelang’. Begitu juga dalam Kamus Moderen Bahasa Indonesia (Sutan Mohammad Zain, 1951), kata tabik tidak diberi label apa pun. Kata tabik didefinisikan sebagai ‘hormat, maaf’. Oleh karena itu, kata tabik digunakan pada bentuk memberi tabik ‘memberi hormat’ dan meminta tabik ‘a) meminta maaf djika orang telah atau boleh djadi akan membuat kesalahan seperti pada permulaan pidato = memberi tabik’.

Kalau dilihat penggunaan kata ini sejak masa lampau, tampak bahwa kata tabik merupakan kata yang dipakai sebagai salam dalam bahasa Indonesia. Sebagai salam, kata tabik dipakai dalam dua situasi, yakni dipakai saat pertemuan, seperti ucapan selamat pagi, selamat siang, selamat malam, atau halo pada masa sekarang; serta dipakai pada saat perpisahan, seperti ucapan pamit, mohon undur diri, dan permintaan maaf lebih dulu meninggalkan tempat.

Dari riwayat kamus-kamus bahasa Indonesia, tampak bahwa tabik merupakan kosakata bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa daerah. Sebuah upaya penyerapan kata yang amat baik dalam memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia, penyerapan dari bahasa daerah lebih diutamakan daripada penyerapan dari bahasa asing.

Meskipun demikian, yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Bahasa yang diserap dari bahasa asing justru lebih banyak dipakai oleh masyarakat daripada kata dari bahasa daerah. Hari ini ucapan salam di Indonesia didominasi oleh kata assalamualaikum yang berasal dari bahasa Arab, kata halo yang berasal dari bahasa Inggris, atau ucapan selamat pagi dan selamat siang yang strukturnya dipengaruhi dari bahasa Belanda, yaitu dari goedemorgen dan goedemiddag. Situasi bahasa seperti ini menjelaskan bahwa bahasa akan terus berkembang ketika dipakai oleh masyarakatnya. Masyarakat menentukan arah penggunaan bahasa.(*)

Ria Febrina, Dosen Jurusan Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora Universitas Gadjah Mada

 

Ditulis Oleh:
Bagikan Konten Ini:
Facebook
Twitter
LinkedIn
Reddit
Telegram
WhatsApp
Threads
Email
Print
Pocket
Baca Juga:

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top