Oleh: Ria Febrina
Sejak depe menjadi kata yang paling banyak dicari masyarakat Indonesia dalam bertransaksi, masyarakat mulai melupakan kata persekot. Persekot merupakan kata yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu voorschot, sedangkan depe merupakan singkatan yang berasal dari bahasa Inggris, yaitu down paymet (DP).
Meskipun sama-sama berasal dari bahasa asing, kata persekot sudah menjadi kosakata bahasa Indonesia. Kata persekot ini ditemukan dalam kamus-kamus bahasa Indonesia yang disusun oleh Sutan Mohammad Zain (1951), W. J. S. Poerwadarminta (1951, 1952), E. St. Harahap (1954), A. Teew (1990), dan juga Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi cetak (1988—2018) dan edisi daring (2023). Sementara itu, kata depe belum menjadi kosakata bahasa Indonesia meskipun paling banyak dipakai masyarakat pada saat ini.
Ketika membeli handphone misalnya, masyarakat Indonesia tidak mencari harga barang, tetapi mencari berapa depe-nya? Begitu juga ketika membeli kulkas, mesin cuci, sofa, televisi, kasur, hingga motor, mobil, dan juga rumah, mereka mencari penjual yang memberikan depe murah. Brosur iklan juga menonjolkan kata depe untuk menarik perhatian pembeli. Meskipun akhirnya harga barang menjadi mahal, mereka tetap memilih belanja dengan sistem yang bernama kredit ini karena ekonomi yang tidak mencukupi, tetapi keperluan harus dipenuhi.
Kondisi sosial ini sesungguhnya sudah terjadi sejak dulu. Hanya saja orang-orang pada masa lampau menggunakan kata persekot untuk tanda jadi sebuah transaksi, bukan kata depe. Dalam kamus-kamus bahasa Indonesia, kata persekot bermakna panjar, tjengkeram, tempah, serta uang muka. Kata persekot yang bermakna uang muka, panjar, dan tjengkeram terdapat dalam Logat Ketjil Bahasa Indonesia (1951) dan Kamus Umum Bahasa Indonesia (1952), sedangkan kata persekot yang bermakna tempah ditemukan dalam Kamus Indonesia Ketjik (1954).
Di antara makna tersebut, hanya uang muka yang dapat diterima masyarakat hari ini untuk menjelaskan kata persekot. Kata persekot yang bermakna panjar, tjengkeram, dan tempah belum dapat memenuhi kognisi masyarakat karena kata tersebut tidak populer digunakan. Dalam Logat Ketjil Bahasa Indonesia (1951), pandjar bermakna ‘sebagian upah jang diberikan lebih dahulu’, sedangkan tempah bermakna ‘wang jang diberikan lebih dahulu (sebelum bekerdja, menerima barang, dsb)’. Sementara itu, dalam Kamus Moderen Bahasa Indonesia, tjengkeram bermakna ‘uang persekot, uang tanda djadi’. Kata persekot dipakai dalam kalimat, “diberi persekot dua puluh rupiah”.
Agar dapat memahami bagaimana masyarakat Indonesia menggunakan kata tersebut, kita dapat melacak melalui kalimat-kalimat yang mengandung kata persekot dalam kamus-kamus bahasa Indonesia. Dalam Kamus Moderen Bahasa Indonesia, kata pandjar dipakai dalam kalimat, “membajar pandjar atau membayar persekot harga barang jang hendak dibeli, sedang barang itu sendiri belum sedia atau belum dapat diberikan’.
Sementara itu, kata tempah dipakai dalam kalimat, “menempah padi atau membeli padi jang belum masak jang masih ditengah sawah dengan memberi pandjar kepada jang punya”. Hal ini terjadi pada zaman penjajahan Belanda. Orang-orang Tiong Hoa, Arab, dan Belanda menjadi penempah atau tukang tempah tanaman rakyat. Mereka memberi tempah agar petani yang miskin dapat menanam padi dengan menerima tempah dari orang-orang kaya atau mempertempahkan padinya.
Selanjutnya, kata tjengkeram dipakai dalam konteks, “membajar persekot, tjaram, atau uang tanda jadi, jaitu tanda perdjanjian sudah dibuat”. Dalam hal ini, tanda jadi yang dimaksudkan pada kata tjaram bermakna tanda untuk bertunangan. Oleh karena itu, ada konteks memulangkan tjengkeram yang bermakna membatalkan perjanjian untuk bertunangan.
Beragamnya makna yang dihimpun oleh para ahli dalam kamus-kamus bahasa Indonesia tersebut menyebabkan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Republik Indonesia (dulu Departeman Pendidikan dan Kebudayaan) mendefinisikan persekot dalam beragam makna. Pertama, persekot didefinisikan sebagai uang muka atau (uang) panjar. Makna kata persekot ini dapat dilihat dalam kalimat, “calon penyewa yang akan menempati (rumah itu) memberi persekot sepuluh ribu rupiah”.
Jumlah persekot yang tercantum dalam makna pertama ini tidak berubah dari KBBI edisi cetak hingga KBBI edisi daring (2023). Padahal, untuk sewa rumah pada hari ini jumlah yang dipakai masyarakat sudah bernilai ratusan ribu atau jutaan, seperti lima ratus ribu atau lima juta rupiah. Persekot sejumlah sepuluh ribu tidak cocok lagi dipakai untuk menyewa rumah.
Kedua, persekot didefinisikan sebagai pembayaran tunai di muka atas penyerahan barang/jasa yang harus dipertanggungjawabkan penerima pada suatu tanggal kemudian. Dalam KBBI, tidak dijelaskan pemakaian makna kata tersebut dalam sebuah kalimat. Namun, makna yang dimaksudkan dapat diilustrasikan sama dengan kata depe yang dipakai masyarakat pada hari ini.
Masyarakat membeli barang/jasa dengan membayar sebagian uang secara tunai pada awal transaksi dan melunasinya secara bertahap hingga barang tersebut menjadi milik sendiri. Konkretnya, dapat dilihat pada pembelian motor secara dicicil. Ada persekot saat motor diambil, tetapi BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor) diserahkan pada tanggal yang ditetapkan setelah uang untuk membeli motor dibayar lunas.
Ketiga, persekot didefinisikan sebagai pembayaran atas suatu kontrak sebelum berakhir. Dalam KBBI, juga tidak dijelaskan pemakaian kata ini dalam sebuah kalimat. Namun, penggunaan kata ini dapat diilustrasikan dalam sebuah kasus. Ketika seorang pekerja meminta berhenti bekerja sebelum jadwal yang ditetapkan, ia pun memberikan persekot sebagai bentuk denda atau pembayaran atas kontrak yang belum berakhir tersebut. Hal ini terjadi karena ketentuan persekot sudah tertuang dalam kontrak kerja yang ditandatangani.
Keempat, persekot difenisikan sebagai pembayaran upah, gaji, atau komisi sebelum waktunya. Meskipun dalam KBBI tidak ada kalimat yang dijadikan contoh, penggunaan kata tersebut dapat diilustrasikan pada situasi ketika seseorang mendapatkan upah, gaji, atau komisi sebelum waktunya. Misalnya, seseorang meminta orang lain untuk merenovasi rumahnya. Sebelum mulai bekerja, ia memberikan persekot kepada pekerja tersebut sebagai tanda jadi. Persekot ini dapat menjadi jaminan bagi si pekerja untuk melaksanakan tugasnya dalam beberapa waktu ke depan.
Dari berbagai konteks penggunaan persekot tersebut, masih ada satu makna yang belum tergambar dalam KBBI, yakni makna yang dipakai Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Dalam PMK-190/PMK.05/2012 tentang “Tata Cara Pembayaran dalam Rangka Pelaksanaan APBN”, dinyatakan bahwa ada istilah persekot gaji.
Persekot gaji adalah pinjaman uang tidak berbunga yang diberikan kepada pegawai negeri yang dipindahkan untuk kepentingan dinas. Oleh karena persekot gaji hanya bersifat pinjaman, persekot gaji harus didasarkan atas permintaan pegawai negeri yang dipindahkan tersebut. Persekot gaji diberikan sebesar satu bulan gaji untuk pegawai negeri yang tidak menikah atau dua bulan gaji bagi pegawai negeri yang menikah (tanpa tunjangan beras dan tunjangan jabatan). Untuk pengembalian, persekot gaji tersebut diangsur mulai bulan berikutnya.
Dengan adanya istilah persekot gaji dan juga kelompok masyarakat yang menggunakan kata persekot ini, tampak bahwa kata persekot merupakan kata yang masih hidup di tengah-tengah masyarakat. Meskipun terbatas pada kalangan tertentu, kata persekot perlu dipertahankan agar kelak tidak menjadi kata arkais atau tidak lazim dipakai. Apalagi, dalam KBBI, kata persekot sudah memiliki turunan kata berupa memersekoti ‘memberi panjar (uang muka)‘. Artinya, persoalan persekot dan mempersekoti ini masih dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Mereka butuh persekot sebagai tanda jadi atau jaminan.(*)
Ria Febrina, Dosen Jurusan Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora Universitas Gadjah Mada
Bagikan:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru)