Oleh: Ria Febrina
Berulang-ulang kali kita diberitahu agar tidak lupa dengan asal-usul. Kita harus tahu siapa nenek moyang, dari mana berasal, dan bagaimana seharusnya menjalani hidup berdasarkan adat dan istiadat yang diwariskan turun-temurun. Itulah mengapa kita sering mendengar bahwa saya orang Minangkabau, saya orang Jawa, saya orang Batak, saya orang Aceh, yang menunjukkan siapa nenek moyang atau siapa leluhur.
Membicarakan nenek moyang, juga menarik dari kajian bahasa. Kata nenek moyang ini sebenarnya berasal dari bahasa apa? Kalau kita lacak Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI daring), nenek moyang hanya didefinisikan sebagai ‘orang dulu yang menurunkan kita; leluhur’. Tidak ada label bahasa yang dicantumkan bahwa frasa nenek moyang berasal dari bahasa apa.
Ketika saya melacak perkembangan kosakata bahasa Indonesia dari KBBI Edisi I ke KBBI Edisi V menggunakan Sketch Engine atau alat yang digunakan untuk mengidentifikasi korpus dengan jumlah data yang besar, saya menemukan bahwa frasa nenek moyang memiliki sinonim dengan beberapa kata, yaitu indu, karuhun, leluhur, pitarah, poyang, dan pupu. Pada KBBI Edisi I, kata-kata tersebut tidak memiliki identitas berasal dari bahasa apa. Namun, ketika menelusuri KBBI Edisi II dan selanjutnya, serta kamus-kamus bahasa Indonesia sebelum KBBI, kita dapat mengetahui bahasa sumber dari kata-kata tersebut.
Dalam Kamus Moderen Bahasa Indonesia susunan Sutan Mohammad Zain (1951) dan Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta (1952), terlacak bahwa indu berasal dari bahasa Minangkabau yang bermakna ‘induk, nenek moyang’. Orang-orang Minangkabau yang terdiri dari beberapa perut dan berkumpul dalam sebuah suku disebut dengan seindu. Mereka pun meyakini bahwa dalam menjalani kehidupan perlu menganut prinsip dekat menjtari indu, djauh mentjari suku yang bermakna bahwa jika tempat merantau itu dekat, mereka akan mencari saudara seindu, tetapi kalau merantau jauh, mereka akan mencari saudara sesuku. Oleh karena itu, mulai KBBI Edisi II, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Republik Indonesia mencantumkan identitas Minangkabau pada kata indu.
Ketika ditelusuri Kamus Ungkapan Bahasa Minangkabau yang disusun oleh Diana, Fitria Dewi, dan Arriyanti yang diterbitkan oleh Balai Bahasa Provinsi Sumatera Barat (2015), kata indu memang bermakna ‘serpihan belahan nenek moyang’. Hingga kini pun orang-orang Minangkabau berusaha membuat ranji keluarga untuk menelusuri mereka berada dalam sapainduan atau ‘satu kaum; sepusaka’ dengan siapa saja.
Dalam perkembangan kosakata bahasa Indonesia, makna nenek moyang ini tidak hanya diserap dari bahasa Minangkabau saja. Dalam KBBI Edisi IV, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Republik Indonesia menyerap kata opo dari bahasa Minahasa yang bermakna ‘nenek moyang’. Namun, dalam KBBI tidak diberikan contoh bagaimana kata opo ini menjadi sebuah kalimat yang dapat dipahami masyarakat sebagai nenek moyang.
Kata opo yang didengar hari ini cenderung menunjukkan identitas yang berasal dari bahasa Jawa. Misalnya dalam kalimat yang tercantum dalam berita “Dari Road Show to Campuss Kiai Kanjeng Di UMK”, terdapat kalimat “Kurang opo ayo, kompetisi matematika, fisika, kimia, pelajar Indonesia selalu menjadi juara”. Kata opo dimaknai sebagai kata tanya yang bersinonim dengan kata apa, “Kurang apa ayo!”
Untuk melihat contoh kalimat yang mengandung kata opo yang bermakna ‘nenek moyang’, kita dapat melihatnya dalam korpus Leipzig (https://corpora.uni-leipzig.de/) berikut.
(1) Yang pada masa hidupnya berperilaku baik menjadi roh atau opo yang baik, yang jahat akan tetap jahat.
Kata opo dalam kalimat tersebut merujuk pada nenek moyang. Ketika seseorang pada masa hidupnya berperilaku baik, mereka akan menjadi nenek moyang yang baik yang juga mewarikan generasi yang baik. Sebaliknya, ketika seseorang selama hidupnya berperilaku jahat, mereka akan menjadi nenek moyang yang jahat dan juga akan mewariskan generasi yang tidak baik.
Namun, makna ‘nenek moyang’ pada kata opo ini tidak banyak ditemukan pada korpus Leipzig, termasuk ketika melacak korpus web Indonesia (IndonesianWaC) yang terdapat di Sketch Engine (https://www.sketchengine.eu/), serta korpus Indonesia (https://korpusindonesia.kemdikbud.go.id/). Kecenderungan semua kalimat dalam korpus tersebut menggunakan kata opo sebagai kata tanya dalam bahasa Jawa. Dengan demikian, dalam kamus edisi berikutnya, misalnya pada KBBI Edisi VI, amat perlu bagi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Republik Indonesia memberikan contoh bagaimana kata opo dipakai sebagai ‘nenek moyang’ dalam kalimat bahasa Indonesia.
Kata-kata lain, seperti karuhun dijelaskan dalam KBBI Edisi II berasal dari bahasa Sunda yang bermakna ‘nenek moyang; leluhur’. Contoh penggunaan kata ini dalam kalimat dapat dilihat pada “Orang tua dan karuhunku hidup di sana”. Sementara itu, kata pitarah dalam KBBI Edisi II dijelaskan sebagai bahasa arkais dalam bahasa Indonesia yang bermakna ‘nenek moyang’.
Dalam KBBI, pemakaian kata-kata tersebut juga tidak dijelaskan dalam bentuk kalimat. Namun, dalam korpus Leipzig (https://corpora.uni-leipzig.de/), kita dapat melihat dalam kalimat berikut.
(2) Mungkinkah itu Sultan Hamengkubuwana I, sang pendiri dan pitarah Kota Yogyakarta?
Kata-kata lainnya, seperti leluhur dan poyang, justru tidak diberi label apa pun dalam KBBI Edisi I hingga KBBI Edisi V. Kata tersebut tidak dijelaskan berasal dari bahasa mana. Namun, dalam Kamus Moderen Bahasa Indonesia susunan Sutan Mohammad Zain (1951) dan Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta (1952), kata leluhur dijelaskan berasal dari bahasa Djawa yang bermakna ‘nenek mojang’. Dalam kamus ini, juga terlacak kata pitarah yang dalam KBBI Edisi II dijelaskan sebagai arkais, ternyata berasal dari bahasa Sanskerta.
Sementara itu, kata lainnya berupa poyang, memang belum ada dalam kamus-kamus bahasa Indonesia sebelum KBBI. Kata poyang justru ditemukan dalam KBBI Edisi II, yang selain bermakna nenek moyang, di belakang definisi tersebut ada label bahasa Minangkabau. Namun, dalam bahasa Minangkabau, poyang tidak didefinisikan sebagai nenek moyang, tetapi sebagai ‘orang tua dari kakek atau nenek’. Dengan demikian, kata poyang memiliki banyak makna dalam KBBI.
Satu hal khusus yang perlu diketahui dari kosakata bahasa Indonesia yang bermakna ‘nenek moyang’ adalah kata pupu. Dalam KBBI Edisi I, pupu sudah dicantumkan sebagai kosakata bahasa Indonesia, tetapi tanpa keterangan berasal dari bahasa apa. Tidak hanya dalam KBBI, kata pupu juga sudah ada dalam kamus-kamus bahasa Indonesia sebelum KBBI. Dalam Kamus Moderen Bahasa Indonesia susunan Sutan Mohammad Zain (1951), pupu bermakna ‘nenek mojang’ yang dijelaskan untuk ingat empu. Sementara itu, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta (1952), kata pupu justru bermakna ‘saudara semojang’ dalam bentuk saudara dua pupu.
Dengan demikian, dalam sejarah kosakata bahasa Indonesia, kosakata tersebut menunjukkan kekayaan bahasa sumber dalam kamus-kamus bahasa Indonesia. Suku bangsa di Indonesia yang berjumlah ratusan mampu memberikan sumbangan terhadap bahasa Indonesia. Sumbangan tersebut memberi variasi terhadap sapaan atau panggilan nenek moyang di Indonesia. Meskipun tidak semua kata terpakai secara aktif hari ini, tapi kosakata tersebut pernah mengalami masa kejayaan pada masa lampau.
Ria Febrina, Dosen Jurusan Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora Universitas Gadjah Mada
Bagikan:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru)