Oleh: Ria Febrina
Ada hal menarik yang sedang diperbincangkan dalam beberapa hari ini mengenai kosakata bahasa Indonesia. Sejumlah politikus membahas satu kata yang dikemukakan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, pada Senin, 29 Mei 2023. Pak Jokowi menyatakan sebuah sikap bahwa dia akan cawe-cawe dalam pemilu 2024 nanti.
(1) “Demi bangsa dan negara saya akan cawe-cawe, tentu saja dalam arti yang positif,” ucap Jokowi di Istana Negara. (Detiknews)
Cawe-cawe merupakan kata dalam bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Jawa. Barangkali karena itulah, Pak Jokowi memilih kata ini. Sebagai orang Jawa, kata ini memiliki nilai rasa bagi Pak Jokowi jika dibandingkan kata lain dalam bahasa Indonesia, seperti ikut membantu atau bagi sebagian orang malah mengklaim makna yang dipakai Pak Jokowi sebagai ikut campur.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cawe-cawe bermakna ‘ikut membantu mengerjakan (membereskan, merampungkan); ikut menangani’. Kata ini sudah ada sejak KBBI Edisi I (1988). Namun, dalam kamus-kamus bahasa Indonesia yang disusun oleh Poerwadarminta, E. St. Harahap, dan Sutan Mohammad Zain, kata cawe-cawe belum diserap sebagai kosakata bahasa Indonesia.
Setelah diserap pun pada tahun 1988, penggunaan kata cawe-cawe dalam bahasa Indonesia tidak seproduktif kata lain yang juga diserap dari bahasa Jawa, seperti pamit, pilek, dan juragan. Keproduktifan kata pamit, pilek, dan juragan menyebabkan identitas bahasa sumber memudar. Masyarakat tak lagi mengenal kalau kata pamit, pilek, dan juragan adalah kata yang berasal dari bahasa Jawa. Sementara itu, kata cawe-cawe dengan sistem fonologisnya menunjukkan dengan jelas bahwa kata ini berasal dari bahasa Jawa.
Barangkali karena itulah, ketika membuka mesin pencari Google, hanya tersaji lima halaman yang menggunakan kata cawe-cawe. Empat halaman awal merupakan berita terbaru yang mengulas kata cawe-cawe yang dipakai Pak Jokowi, sedangkan pada satu halaman terakhir, kata cawe-cawe terlacak dalam beberapa buku elektronik, yaitu Indonesia Tanpa Liberal (2012), Khotbah Jum’at: Memberdayakan Lingkungan (2015), Konseling Komunitas: Bimbingan dan Konseling Komunitas untuk Meningkatkan (2017), Skandal Century: Berbagai Modus Pencairan Uang Seri III (2019), serta Menakar Demokrasi dalam Pandemi dan Kiprah Luhut Binsar Panjaitan di Tangku Kekuasaan (2020).
Dalam korpus-korpus berbahasa Indonesia, seperti korpus Leipzig (https://corpora.uni-leipzig.de/), kata cawe-cawe terdapat dalam 138 sumber artikel yang ditulis pada tahun 2011, 2012, dan 2014. Kalimat yang menggunakan kata cawe-cawe dapat dilihat sebagai berikut.
(2) Sementara itu, Komaidi Notonegoro, Wakil Direktur Research Institute for Mining and Energy Economic, menyatakan bahwa penyediaan cadangan minyak dalam jangka panjang memang tak bisa dilepaskan dari cawe-cawe pemerintah. (jakarta45.wordpress.com)
(3) “TNI, terutama TNI AD, jangan lagi ikut cawe-cawe perpolitikan nasional,” ujarnya. (sinarharapan.co.id)
Sementara itu, dalam korpus web Indonesia (IndonesianWaC) yang terdapat di Sketch Engine (https://www.sketchengine.eu/), hanya sepuluh artikel yang menggunakan kata cawe-cawe. Begitu juga dengan korpus Indonesia (https://korpusindonesia.kemdikbud.go.id/), kata cawe-cawe hanya tercantum dalam dua sumber, yaitu pertama dalam berita berbahasa Indonesia yang diunggah di Detiknews yang berjudul “Paradoks Demokrasi Pilkada 2018” (2018) dan kedua dalam artikel yang mengulas makna ora uwur ora sembur tegese dalam bahasa Jawa.
Korpus-korpus tersebut menunjukkan bahwa meskipun sudah menjadi kosakata bahasa Indonesia sejak tahun 1988, kata cawe-cawe tidak populer di kalangan pengguna bahasa Indonesia. Itulah sebabnya banyak orang terkejut dengan pilihan kata Pak Jokowi dalam pertemuan para pemimpin media di Jakarta, pada Senin, 29 Mei 2023 kemarin. Barangkali hanya penutur bahasa Indonesia yang berasal dari Jawa yang paling mengetahui kata ini. Ketika Pak Jokowi menggunakan kata ini, masyarakat langsung mencari tahu, apa makna cawe-cawe yang dipakai Pak Jokowi tersebut?
Sebagaimana didefinisikan dalam KBBI, cawe-cawe adalah ‘ikut membantu mengerjakan (membereskan, merampungkan); ikut menangani’. Kata membantu, mengerjakan, membereskan, merampungkan, dan menangani dalam definisi ini merupakan kata kerja dalam bahasa Indonesia yang bermakna positif. Pertama, membantu memuat makna ‘memberi sokongan (tenaga dan sebagainya) supaya kuat (kukuh, berhasil baik, dan sebagainya); menolong’. Kedua, mengerjakan memuat makna ‘melakukan; melaksanakan; menjalankan; berbuat sesuatu’. Ketiga, membereskan mengandung makna ‘mengatur (menyusun) baik-baik; merapikan; mengurus hingga selesai; menyelesaikan (perkara, utang, dan sebagainya). Keempat, merampungkan mengandung makna ‘menyelesaikan; meradukan’. Kelima, menangani mengandung makna ‘mengerjakan (menggarap) sendiri’.
Hampir semua definisi mengandung makna yang positif sehingga Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mencantumkan kalimat yang juga bermakna baik, yaitu “Untuk mengatasi kepincangan generasi muda, kita yang tua-tua hendaknya turut cawe-cawe mengatasinya”. Namun, mengapa kata cawe-cawe yang dipakai Pak Jokowi kemudian menjadi perdebatan oleh sejumlah ahli dalam beberapa hari ini?
Kata cawe-cawe yang dipakai oleh Pak Jokowi menjadi viral dan menjadi perdebatan karena dipakai dalam situasi politik menjelang Pemilu 2024. Dalam konstitusi negara, presiden tidak boleh ikut campur dalam menentukan presiden pada periode berikutnya. Akan tetapi, diksi cawe-cawe yang dipakai Pak Jokowi dalam pertemuan dengan pemimpin media di Indonesia dinilai ambigu atau tidak jelas, dan bahkan mengarah pada campur tangan dalam pemilihan presiden periode berikutnya.
Pada satu sisi, kata positif dalam kalimat “Demi bangsa dan negara saya akan cawe-cawe, tentu saja dalam arti yang positif” menjelaskan bahwa Pak Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia akan ikut membantu pemilu 2024 dalam artian yang baik. Apalagi, didukung oleh klausa demi bangsa dan negara, artian yang baik bisa diarahkan pada pelaksanaan pemilu yang adil, jujur, dan bermartabat. Kalimat ini pun didukung oleh kalimat selanjutnya.
(4) “Saya tidak akan melanggar aturan, tidak akan melanggar undang-undang,” kata Jokowi saat bertemu dengan para pemimpin redaksi media massa nasional di Istana. (Detiknews)
Pada sisi lain, dalam analisis wacana kritis, kalimat tersebut dinilai melegitimasi dan mereproduksi kekuasaan. Berdasarkan analisis yang dikemukakan oleh Van Dijk (2015), kalimat yang digunakan Pak Jokowi mengendalikan kehendak, rencana, pengetahuan, pendapat, perilaku, dan ideologi si penerima. Pak Jokowi menjelaskan bahwa Indonesia hanya memiliki waktu 13 tahun ke depan menjadi negara maju. Apa yang diraih selama ini dan menjadi pijakan menyongsong masa depan bangsa ini, harus dilanjutkan oleh pemimpin mendatang. Dalam analisis wacana kritis, kalimat ini memiliki implikasi bahwa Pak Jokowi cawe-cawe atau ikut membantu menentukan calon presiden periode 2024 mendatang. Hal ini terungkap dalam kalimatnya berikut.
(5) “Untuk bisa keluar kita cuma punya waktu 13 tahun dan itu sangat-sangat tergantung pada calon presiden di masa yang akan datang yang akan bisa membawa Indonesia ke next level, karena alasan itulah kemudian saya akan cawe-cawe untuk itu,” imbuh Jokowi. (Detiknews)
Dari kata cawe-cawe yang dipakai Pak Jokowi dalam kalimat-kalimat tersebut, tampak bahwa kata cawe-cawe tidak bisa dimaknai sama dengan definisi yang tercantum dalam KBBI. Dalam kasus ini, kata cawe-cawe yang dipakai bersifat bias. Untuk menentukan makna yang tersirat dalam kalimat Pak Jokowi, diperlukan analisis lebih lanjut. Kata cawe-cawe tidak bisa dianalisis secara semantik melalui makna denotatif yang melekat pada kata tersebut. Kata cawe-cawe yang dipilih harus dianalisis menggunakan kajian lain dalam linguistik atau ilmu bahasa, seperti analisis wacana kritis.
Terlepas dari situasi politik yang melekat pada kata cawe-cawe yang diproduksi oleh Pak Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia, ada satu sikap yang patut diapresiasi. Pada masa pandemi, Pak Jokowi pernah melahirkan perdebatan yang pelik terkait kata mudik. Kini Pak Jokowi kembali hadir dengan problematika penggunaan kata cawe-cawe. Dibalik pemilihan kata mudik dan kata cawe-cawe ini, terdapat sikap bahasa yang perlu diapresiasi untuk Pak Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia.
Dalam pembinaan bahasa Indonesia, seorang pemimpin dan tokoh negara menjadi arah penentu bahasa Indonesia. Di tengah erosi bahasa, yaitu di tengah kondisi semakin banyak tokoh dan pemimpin bangsa yang menggunakan bahasa asing, masih terdapat tokoh atau pemimpin bangsa yang memilih menggunakan bahasa Indonesia. Pak Jokowi menunjukkan kebanggaan dan kesetiaan dalam menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan, dari riwayat penggunaan kata cawe-cawe dalam korpus bahasa Indonesia, Pak Jokowi seperti membangkitkan kembali kosakata bahasa Indonesia yang sudah mengendap di balik lembaran-lembaran KBBI.
Dalam KBBI Edisi V misalnya, terdapat 127.036 lema dan makna kata dalam bahasa Indonesia. Dari sejumlah lema tersebut, sejumlah kata sudah tak terpakai sama sekali. Sejumlah kata lainnya merupakan kata serapan dari bahasa daerah dan juga bahasa asing, tetapi tidak dikenal atau tidak diketahui oleh pengguna bahasa Indonesia. Bak kata kolektor kata, kosakata yang diserap hanya menambah jumlah kata dalam bahasa Indonesia.
Kata cawe-cawe sebenarnya termasuk dalam kategori ini. Kata ini diserap, tetapi tidak dipakai secara produktif. Meskipun dalam konteks politik, Pak Jokowi sudah menunjukkan sikap bahasa yang baik. Sebagai seorang pemimpin dan tokoh negara, beliau mengenalkan kembali kosakata bahasa Indonesia yang sudah tersimpan dalam lembaran kamus.
Mengutip contoh kalimat dalam KBBI, kita bisa menyaksikan sebuah gambaran baik dalam perkembangan kosakata bahasa Indonesia. Pak Jokowi sudah cawe-cawe mengatasi kepincangan bahasa Indonesia generasi muda.(*)
Ria Febrina, Dosen Jurusan Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora Universitas Gadjah Mada
Bagikan:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Utas(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikannya ke Mastodon(Membuka di jendela yang baru)