• Beranda
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Login
Upgrade
CAGAK ID
  • Beranda
  • Berita
  • Seputar Padang
  • Potret
  • Opini
  • KATA
    • Rasakata
    • Makna Kata
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Berita
  • Seputar Padang
  • Potret
  • Opini
  • KATA
    • Rasakata
    • Makna Kata
No Result
View All Result
CAGAK ID
No Result
View All Result
Home Makna Kata

Klangenan

Redaksi Cagak ID by Redaksi Cagak ID
4 Mei 2023
in Makna Kata
0
Klangenan

pinteres

0
SHARES
98
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Oleh: Ria Febrina

 

Di Pasar Seni Gabusan, Yogyakarta, selama satu minggu kemarin diadakan Festival Klangenan. Di daerah yang tumbuh bahasa Jawa ini, penggunaan kata klangenan tentu menunjukkan hal yang baik karena masyarakat masih mencintai bahasa dan budaya yang dimiliki. Namun, bagi orang-orang yang bukan masyarakat Jawa, kata klangenan tentu menjadi pertanyaan. Apa makna kata ini?

Siapa sangka bahwa ternyata ketika saya mengecek Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata klangenan yang berasal dari bahwa Jawa ini sudah menjadi kata dalam bahasa Indonesia. Klangenan didefinisikan sebagai ‘sesuatu yang menjadi kesenangan (kegemaran, kesukaan)’. Bahkan, ketika saya telusuri KBBI edisi lainnya, kata ini sudah lebih awal masuk dalam KBBI Edisi III atau sudah sejak 20 tahun lalu.

Meskipun sudah lama ada dalam kosakata bahasa Indonesia, kata klangenan termasuk ke dalam kata yang tidak produktif digunakan. Kata yang diserap ini tidak seperti kosakata bahasa daerah lainnya yang juga digunakan secara aktif oleh semua pengguna, seperti kata gadang ‘besar’ (Minangkabau) dalam kata digadang-gadangkan atau punten ‘permisi, maaf’ (Sunda).

Ketika ditelusuri pemakaian kata ini dalam masyarakat Jawa, ternyata ada hal menarik yang perlu kita ketahui. Salah satunya dapat dilihat dari contoh lema yang dicantumkan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dalam KBBI. Kata klangenan dipakai untuk kalimat, “Kakek memiliki klangenan sepasang perkutut”. Penggunaan kata klangenan dan kata perkutut ini memuat sebuah kisah mengenai tradisi yang khas bagi masyarakat Jawa.

Perkutut bagi masyarakat Jawa merupakan simbol status sosial. Masyarakat Jawa tempo dulu yang mempunyai status sosial tinggi akan mewajibkan dirinya untuk memiliki burung perkutut. Sangkar perkutut pun harus berbeda dengan sangkar burung lain dan digantung pada tiang yang tinggi sebagai simbol derajat yang lebih.

Pandu Hidayat (2020) dalam “Burung Perkutut dan Ketenangan Batin Orang Jawa” menjelaskan bahwa seorang laki-laki Jawa dianggap sukses jika memiliki istri (wanita), rumah (wisma), keris (curiga), kendaraan (turangga), dan juga burung (kukila). Kelima hal tersebut merupakan lambang kesuksesan laki-laki Jawa. Memiliki perkutut menjadi simbol ketenangan diri bagi laki-laki Jawa karena mereka sudah sukses pada empat bagian lain, yakni sudah memiliki istri, rumah, keris, dan kendaraan. Perkutut ini menjadi lambang kesuksesan karena ketika seorang laki-laki Jawa memilikinya, mereka harus rela mengeluarkan banyak uang untuk menyediakan sangkar, makanan, dan juga merawatnya.

Waktu yang kian berlalu pun menyebabkan perkutut tidak lagi sebagai simbol kesuksesan semata, tetapi menjadi klangenan atau simbol keindahan. Ardyan M. Erlangga (2012) dalam “Mengembalikan Esensi Klangenan” menjelaskan bahwa klangenan berasal dari kata langen yang hulunya berasal dari Kawi Kuno lango yang bermakna ‘indah atau keindahan’. Klangenan pun dimaknai dengan keindahan yang sengaja diciptakan untuk memuaskan perasaan pada waktu tertentu.

Dulu sekali hanya lelaki priyayi Jawa yang boleh menikmati ini. Lalu, perkembangan zaman menunjukkan bahwa kini banyak laki-laki Jawa yang kemudian menjadikan burung sebagai klangenan atau kegemaran dan kesukaan. Barangkali karena itulah Mas Karyo dalam Film Si Doel Anak Sekolahan dihadirkan untuk merepresentasikan seorang laki-laki yang berlatar budaya Jawa yang masih memelihara burung sebagai simbol klangenan orang Jawa meskipun berada di ibu kota Jakarta.

Kata klangenan pada hari ini tentu tidak lagi terbatas pada memelihara burung untuk menciptakan keindahan dan ketenangan atau kemudian menjadi hobi atau kegemaran. Banyak benda atau kegiatan lain yang mampu menghadirkan keindahan atau kegemaran bagi seseorang. Dalam Festival Klangenan ini, keindahan dan kegemaran itu dihadirkan dengan membuka kembali kenangan dari masa lampau.

Di festival ini, disajikan makanan, mainan (enggrang, ketapel, gangsing), tari, musik, dan benda koleksi tradisional Jawa. Bagi masyarakat Jawa, menikmati kembali kenangan ini memberi ketenangan tersendiri. Juga memiliki kembali barang-barang yang populer pada masa lampau tentunya menjadi kegemaran tersendiri.

Di Pulau Jawa, khususnya di Yogyakarta, saya melihat bahwa upaya untuk mempertahankan tradisi dan budaya Jawa ini tak henti-henti dilakukan setiap waktu. Hampir setiap bulan ada kegiatan tematik yang menyajikan segala hal yang berhubungan dengan bahasa dan budaya Jawa. Di tengah hiruk-pikuk perkembangan teknologi, di tengah-tengah tumbuhnya virus gadget bagi generasi muda, memang upaya ini sepatutnya dilakukan agar masyarakat terus ingat bahasa dan budaya yang dimiliki. Saya pikir tidak hanya di Pulau Jawa, di daerah lain di Indonesia, gadget dan media sosial sudah digunakan untuk mempopulerkan kembali budaya yang ada.

Mengenal kata klangenan ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia terus berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan tersebut salah satunya berasal dari proses menyerap kata dari bahasa daerah. Adanya aktivitas yang dilakukan masyarakat kelompok tertentu—dalam hal ini masyarakat Jawa sebagai masyarakat dengan populasi terbesar di Indonesia, menyebabkan kata klangenan ini diserap ke dalam bahasa Indonesia. Penyerapan ini dilakukan dengan harapan agar masyarakat juga menggunakan kata ini secara aktif. Jangan sampai kata ini diserap dan kemudian hanya menjadi dokumentasi dalam kamus atau hanya menambah kosakata bahasa Indonesia saja.

Penyerapan kata ini juga menjadi pengingat bahwa kita memiliki bahasa dan budaya yang patut dilestarikan dan diwariskan. Memilih satu benda atau satu kegiatan, lalu menjadikannya rutinitas akan menjadi klangenan atau kegemaran yang akan terwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

 

Ria Febrina, Dosen Jurusan Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora Universitas Gadjah Mada

Previous Post

Buka Rakor, Gubernur Sumbar Ajak Wali Nagari Berinovasi untuk Percepatan Pembangunan Daerah

Next Post

Tangguh Bencana, Kelurahan Lolong Belanti Masuk Empat Besar Kelurahan Terbaik

Redaksi Cagak ID

Redaksi Cagak ID

Related Posts

Micin
Makna Kata

Micin

by Redaksi Cagak ID
1 Juni 2023
Tabik
Makna Kata

Tabik

by Redaksi Cagak ID
27 Mei 2023
Cuan
Makna Kata

Cuan

by Redaksi Cagak ID
18 Mei 2023
Korea
Makna Kata

Korea

by Redaksi Cagak ID
10 Mei 2023
Halalbihalal
Makna Kata

Halalbihalal

by Redaksi Cagak ID
29 April 2023
Next Post
Tangguh Bencana, Kelurahan Lolong Belanti Masuk Empat Besar Kelurahan Terbaik

Tangguh Bencana, Kelurahan Lolong Belanti Masuk Empat Besar Kelurahan Terbaik

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Premium Content

Pj. Wali Kota Payakumbuh Rida Ananda saat akan menyerahkan tropi Liga Payakumbuh Tahun 2022

Liga Payakumbuh Resmi Berakhir, Pj. Wako Rida Ananda Harapkan Payakumbuh Lahikan Atlet Sepak Bola Berbakat

19 Desember 2022
Ndeh… 1,3 Triliun Rupiah APBD Sumbar Belum Dibelanjakan

Ndeh… 1,3 Triliun Rupiah APBD Sumbar Belum Dibelanjakan

16 Desember 2022
Kapolda Sumbar Lepas Patroli Berskala Besar Pengamanan Nataru

Kapolda Sumbar Lepas Patroli Berskala Besar Pengamanan Nataru

26 Desember 2022

Browse by Tags

Agam Andree Algamar Andri Warman ASN BANJIR BAWASLU Bupati Agam Bupati Eka Putra Bupati Tanah Datar Eka Putra Festival Muaro Padang Genius Umar GUBERNUR SUMBAR Hendri Septa Kabupaten Agam kataminang Kebakaran KEMENAG Kemendagri Kota Padang Kota Pariaman KPU MINANGKABAU Musrenbang Padang Padang Panjang Pariaman PEMILU 2024 Pemko Padang Polda Sumbar POLRESTA PADANG PRESIDEN JOKOWI RAMADAN Richi Aprian SAWAHLUNTO Sekdako Padang Stunting Sumatera Barat Sumbar Tanah Datar Wako Hendri Septa Wako Padang Wali Kota Hendri Septa Wali Kota Padang Wali Kota Pariaman
CAGAK ID

CAGAK.ID adalah Portal Berita Terkini, Terupdate, dan Orisinil.

Selengkapnya

Categories

  • Berita
  • Budaya
  • Headline
  • Kata
  • Makna Kata
  • Opini
  • Parekraf
  • Potret
  • Rasakata
  • Seputar Padang
  • Uncategorized

Recent Posts

  • Talk Show AFTA: Petani Tak Perlu Alergi dengan Pembiayaan Perbankan
  • Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri: Jemaah Haji Tertunda, Bukan Berarti Batal Berangkat
  • 359 Jamaah Haji Indonesia Tiba Pertama di Makkah

© 2023 CAGAK.ID - Tercepat, Terpecaya.

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Pedoman Media Siber
  • Seputar Padang
  • Potret
  • Opini
  • Kata
    • Rasakata
    • Makna Kata
  • Redaksi

© 2023 CAGAK.ID - Tercepat, Terpecaya.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?